Minggu, 08 Juli 2018

Lebih Baik Tanpa Kebencian

Lebih Baik Tanpa Kebencian

Entah, apa motivasinya dengan postingan-postingan itu. Kok, saya dibuat galau, kacau, risau, geram, radang, dan bahkan gusar. Beraneka ragam post dengan nada kebencian bertebaran, adu domba setiap saat, propaganda tidak henti-henti, sara di mana-mana, perang dingin menjadi-jadi dan bahkan perseteruan yang tidak selesai-selesai. Ini seperti bom waktu yang menunggu kapan akan meledak dan akan menjadi kekacauan sosial yang sangat dahsyat sekali. Semua orang hanya berpegang pada satu kebenaran egosentrisme. Mengabaikan keanekaragaman perspektif manusia lain, sebagai bagian dari keberagaman konstruksi berpikir manusia lainnya.

Ada banyak cara yang dilakukan untuk menumbuhkan sikap-sikap benci sekelompok orang kepada kelompok lainnya. Ekspresinya pun berbeda-beda. Mulai dari membagikan artikel-artikel, dan gambar dari situs-situs tidak bertanggung jawab, sampai dengan sengaja mencari situs yang memojokkan pihak lain, tanpa melihat sumbernya autentik atau tidak. Autentisitas rasanya tidak penting, yang paling penting puas karena ada pihak lain yang mewakili kebencian dalam bentuk argumentasi, hujat, dan cacimaki.

Bermunculan orang-orang pintar baru. Yang setiap saat tampil sebagai orang bijaksana, untuk mengelabuhi orang lain dengan misi menebar kebencian. Bukankah kedamaian lebih menenangkan, dan hati menjadi lebih tenteram, sejuk dan damai. Tapi, kenapa harus menebar kebencian. Selama ini keberhasilan apa yang didapatkan dari kebencian itu, selain murka Allah. Sampai kapanpun tidak ada kebencian dalam bentuk apapun yang mengandung kebaikan; tidak ada kebencian yang mendapat legitimasi dari manapun.

Tidak dalam rangka menghakimi terhadap opini yang berseleweran. Yang benar dan yang salah juga belum jelas. Tetapi memaksakan kebenaran tunggal yang mengarah pada kebencian dan mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan serta norma yang terdapat dalam keberagaman suku bangsa, ini adalah malapetaka. Sebagai seorang filsuf, Voltair, pernah mengatakan, "Saya tidak percaya apa yang kau katakan, tetapi akan saya bela mati-matian hakmu untuk mengucapkan itu," artinya, bahwa tidak ada kebenaran mutlak di dunia ini. Selama ini kita hanya meraba kebenaran itu sendiri, dan berusaha paling dekat dengan kebenaran, tanpa mengetahui kebenaran yang absolut, karena kebenaran absolut itu adalah milik Tuhan, dan yang lainnnya serba relatif. Tidak seharusnya kita menjustifikasi diri sebagai manusia paling benar, sehingga selalu menyalahkan orang lain. Hal ini juga akan melahirkan sikap-sikap sombong dan menang sendiri.

Sampai kapan ini akan selesai? Rasanya kebencian sudah menghujam ke hulu hati. Bagaimana mungkin keadaan akan menjadi lebih baik, jika manusia-manusianya hanya pandai mengkritik tanpa memberikan solusi. Sesungguhnya Tuhan Maha Tahu, apakah kritik yang dilakukan oleh sekelompok orang itu mengandung kebencian atau tidak; mengandung maksud yang baik atau tidak. Sehingga, apabila kritik itu tidak membangun dan didasarkan pada niat yang tulus untuk sebuah perubahan, sebaiknya jangan dilakukan agar tidak menambah beban dosa sosial dan keadaan menjadi lebih buruk. Bersambung...

Wallahu a'lam.

Pamekasan, 08 Juli 2016

0 komentar:

Posting Komentar