This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 27 Juni 2018

Mereka Juga Manusia

Mereka Juga Manusia

Kadang merasa bingung menanggapi tentang kemanusiaan. Ada yang berbicara tentang hak asasi manusia, demokrasi, budaya, agama, dan bahkan hukum. Semuanya membawa aturan mainnya sendiri. Ada orang meludah mengenai wajah orang, atas nama hukum ia harus diadili; ada yang memukul orang lain, atas nama hak asasi manusia juga harus diadili; begitu juga yang mencuri, harus diadili. Yang mau dibicarakan bukan persoalan pelanggaran yang harus diadili. Tetapi, pada saat manusia-manusia ini diadili, mereka dirantai kemudian dipenjarakan. Membayangkan saja pusing, ketika pada saat tertentu manusia harus menjadi binatang, yang dibatasi ruang geraknya.

Itu mungkin menjadi sebuah penjelasan, bahwa dalam keadaan tertentu manusia bisa menjadi binatang dan bisa diperlakukan sebagai binatang. Tetapi, pasti semua ada alasannya; ada penjelasannya.

Kadang, sesuatu yang memotivasi tindakan mengarah pada perbuatan negatif itu tidak pernah dijadikan evaluasi untuk menciptakan keadaan menjadi lebih baik, tetapi hal itu dibiarkan berlalu begitu saja. Padahal fakta-fakta di persidangan misalkan, itu justru cukup untuk dijadikan sebagai indikator tentang karakter dan masalah suatu bangsa, dan dari sana pula bisa merumuskan langkah strategis untuk mengatasi persoalan. Kenapa itu hanya dijadikan sebagai catatan kriminal saja, tanpa melahirkan sebuah pertanyaan, kenapa tindakan ini terjadi dan bagaimana mengantisipasi agar tidak berulang.

Memanusiakan manusia itu sebenarnya bisa dilakukan dengan cara menghindarkan manusia dari kursi peradilan. Caranya, tentu memperkecil alasan kenapa tindakan negatif (baca: kriminal) itu terjadi. Yudikatif memperkuat hubungannya dengan eksekutif dan legislatif untuk membicarakan tentang kecenderungan pelanggaran yang dilakukan olah masyarakatnya. Sehingga dengan begitu, diagnosa yang digunakan untuk mencegah dan mengatasi masalah bisa tepat. Bukan malah bangga, ketika mampu menangkap maling; bangga ketika sudah merantai, memukul dan memenjarakan manusia. Ia, jangan lupa, dia manusia. Sama seperti kita, anakmu ataupun keluargamu yang lain.

Apakah sengaja menggunakan logika terbalik. Kalau tidak ada pelanggaran, pekerjaan penegak hukum tidak ada.

Pamekasan, 28 Juni 2016

Selasa, 19 Juni 2018

Kita Ini Kawan atau Lawan?

Kita Ini Kawan atau Lawan?

Memasuki dunia teater, kita akan mengenal dengan konsep pemanggungan. Dalam konsep pemanggungan itu sendiri, kita akan mengenal dengan beberapa istilah. Dan istilah ini seringkali digunakan untuk mengarahkan pemain oleh sutradara dalam setiap latihan sebuah pertunjukan. Istilah yang dimaksud ialah: sadar panggung, sadar teman, dan sadar diri.

Sadar panggung, artinya kesadaran dalam setiap gerakan tidak sampai melampaui panggung, memahami batasan-batasan panggung dan di mana harus melakoni peran. Sadar teman, ialah sebuah kesadaran bahwa di atas panggung dan apa yang kita pentaskan tidak sendirian, ada orang lain di sekitar kita. Sehingga, gerakan apapun yang kita lakukan tidak boleh sampai mengganggu (menghalang, red) teman. Semua pemain diinginkan oleh penonton untuk dilihat, bukan hanya sebagian orang.

Berikutnya, sadar diri. Kesadaran yang harus dimiliki oleh perseorangan tentang peran diri sendiri dalam panggung pertunjukan. Tidak mengambil alih peran orang lain, semuanya berjalan sesuai dengan peran masing-masing yang telah diarahkan sang sutradara. Meski dalam kondisi tertentu kita berhadapan dengan sebuah kesalahan, maka ada langkah improvisasi yang harus dilakukan untuk meminimalisir kesalahan dimaksud, sehingga pada saat yang bersamaan kita masih berada dalam alur yang diinginkan sutradara.

Panggung politik tidak jauh beda dengan panggung teater. Kesadaran demi kesadaran harus tetap senantiasa digalakkan. Kesadaran panggung dalam politik harus kita ciptakan, kita harus menyadari bahwa tidak semua arena adalah gelanggang politik. Ada arena tertentu yang tidak harus dicemari dengan persoalan politik, seperti arena lembaga pendidikan, lembaga pemerintahan, Instansi TNI/Polri, dan lain sebagainya.

Politik adalah pengetahuan mengenai sistem pemerintahan. Namun, belakangan bergeser menjadi perebutan kekuasaan dalam pemerintahan. Sehingga untuk menuju pemerintahan (baca: kekuasaan) membutuhkan strategi yang harus dilakukan. Dalam strategi inilah yang seringkali banyak menjebak orang untuk melakukan perbuatan yang tidak baik, seperti fitnah, caci maki, dan isu-isu tidak baik lainnya. Apakah strategi identik dengan sesuatu yang tidak baik? Jawabannya, tidak. Strategi bagi-bagi takjil, bagi-bagi lebaran, blusukan menyapa konstituen, silaturrahmi, adalah sesuatu yang baik.

Kesadaran teman dalam politik juga tidak boleh dibuang. Sebelum banyak mengenal politik dan mendukung sebuah pasangan tertentu, pertemanan sudah terjalin lebih awal. Kita harus memahami objek serangan, jangan semuanya disamaratakan, tidak kawan tidak lawan. Keretakan pertemanan tidak sebanding dengan apa yang akan kita dapatkan setelah kontestasi ini selesai. Bagi para penggembira, cukuplah sadar diri mengenai batasan dirinya sampai di mana. Jangan melampaui batas untuk saling menyerang sesama teman. Sadar dengan kapasitas diri adalah strategi paling baik; kalau hanya sebagai penggembira, biasa ajja kéles.

Menjelang hari-H dalam kontestasi Pilkada Pamekasan, dinamika politik semakin tinggi. Aksi propaganda, permainan isu, fitnah, dan caci maki semakin beranekaragam. Tampak beberapa orang yang mengatasnamakan diri sebagai tim mengkonter fitnah dengan cara memfitnah balik; mengkonter caci maki dengan cara mencaci maki balik. Akhirnya, saling serang fitnah dan caci maki tak kunjung selesai. Itupun dilakukan oleh sesama teman.

Sebagian lagi ada yang mengevaluasi kesalahan statement orang lain. Semula seperti ingin memberikan pencerahan yang baik agar tidak mengulang perbuatan yang sama, akan tetapi akhirnya mengajak teman-temannya untuk menghakimi bersama. Akhirnya, sama saja tidak ada yang mana satu. Tapi ini adalah ruangnya pilkada, ruang yang penuh dengan kepentingan seputar perut dan kekuasaan. Tidak perlu terlalu agresif menyerang kawan, apalagi yang pernah satu perjuangan.

Berbeda pilihan, boleh-boleh saja. Di zaman demokrasi ini kemerdekaan tiap individu dijamin oleh undang-undang. Tidak ada paksaan kepada pihak manapun untuk menentukan pilihannya yang terbaik. Namun, apapun pilihannya jangan pernah lupa bahwa kita pernah makan satu piring. Dalam kondisi apapun kita harus tetap 'satu' dan 'berbaur', jangan sampai pecah belah menjadi beberapa bagian. Cukuplah persoalan akidah dalam Islam yang terbagi 73 (tujuh puluh tiga) golongan, dan 1 (satu) masuk surga, yaitu ahlussunnah waljamaah.

Wallahu a'lam!
Pamekasan, 19 Juni 2018

Senin, 18 Juni 2018

Teman STM, Mesin dan Pilkada Pamekasan

Teman STM, Mesin dan Pilkada Pamekasan

Waktu masih Sekolah Teknik Mesin (STM) di SMKN 2 Pamekasan, ada pelajaran yang menarik tentang teknik mesin. Mesin yang dimaksud, bisa mesin mobil, sepeda motor, atau sejenisnya. Guru saya bilang, "Mesin itu hidup, kalau ada (berfungsi) tiga hal: ada kompresi, ada bahan bakar, dan ada percikan api busi." Kompresi adalah pemampatan udara untuk menciptakan panas yang tinggi di dalam blok silinder.

Setelah blok silinder panas, baru karburator-tempat pencampuran bahan bakar dengan udara-mengirimkan hasil olahan bahan bakar ke dalam blok silinder, lalu ada percikan api busi untuk membakar bahan bakar. Setelah tiga hal itu bertemu, maka terjadilah pembakaran pada blok silinder.

Terbakarnya bahan bakar di dalam silinder blok menciptakan ledakan dengan suara yang nyaring. Itulah sebab, kenapa mesin menggunakan knalpot dan filter. Hal itu untuk menghindari suara bising yang ditimbulkan oleh ledakan. Kita bisa bayangkan saja kalau ada knalpot tanpa filter, atau yang disebut dengan knalpot 'telo' oleh anak muda. Betapa suaranya sangat mengganggu sekali.

Nah, ledakan itu yang kemudian menciptakan putaran poros engkol dan putaran dikirim pada transmisi untuk mengatur kecepatan, lalu ke roda.

Tentu, tiga hal tersebut ada perangkatnya masing-masing. Kompresi tidak akan maksimal jika seker dan gelangnya sekeng atau bengkok; pun percikan api busi tidak akan baik dan bahkan mati, jika koel, kawat atau busi rusak. Termasuk bahan bakar tidak akan terbakar dengan baik jika karburatornya juga rusak. Itu teori sederhananya, dan namanya teori memang seringkali semudah itu.

Hidup itu memang harus kompleks. Butuh bersatunya beberapa elemen, sebab dari beberapa komponen bisa saling menopang satu sama lain. Semua komponen harus saling mendukung menjadi satu untuk menghasilkan kerja yang baik. "Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh," itulah yang pernah diajarkan waktu masih di sekolah.

Yang masih terkenang bukan hanya seputar mesin dengan segala tetek bengeknya. Lain dari itu yang paling diingat dalam perjalanannya adalah asumsi banyak orang bahwa anak ATM itu terkenal nakal dan sering tauran. Pernah suatu ketika saya ke SMA 3, menyapa siswi setempat dan pura-pura bertanya seseorang, ketika saya masih mengatakan bahwa saya siswa SMA 4, kelihatan sekali baik-baik saja, pas saya jujur kalau saya anak STM, tiba-tiba ia berkelebat dan menghilang. Itulah anak STM.

Tapi sampai saat ini saya masih bangga dengan sekolah saya, termasuk teman-teman saya yang masih kompak. Selepas lebaran, kita masih sering menyempatkan diri untuk bertemu dan sekedar bersenda gurau. Dengan aneka ragam profesi kita melebur: ada yang masih istiqomah dengan mesin (bekerja di bengkel), ada pegawai Bank, ada yang bekerja di percetakan, ada yang menjadi guru, ada yang polisi, ada yang TNI, wartawan juga ada, bergerak di besi tua, dan bahkan ada yang bergerak di bisnis benda pusaka (seperti keris, besi kuning, dll.)

Yang menarik sampai saat ini, mereka semua masih rasional. Mereka tidak meninggalkan sama sekali persoalan masa depan kabupaten Pamekasan. Di sela-sela perbincangan, masih menyempatkan diri membicarakan tentang calon pemimpin masa depan kabupaten Pamekasan. Di antara mereka ada yang bertanya, "Siapa calon pemimpin Pamekasan di masa depan yang menurut kamu baik, Nan?" Dengan pertanyaan seperti itu, tentu semuanya tahu bahwa saya menjawab, siapa. Dan atas dasar jawaban itu, insyaallah mereka bersama dengan saya untuk menentukan masa depan Pamekasan.

Wallahu a'lam!
Pamekasan, 17 Juni 2018

Selasa, 12 Juni 2018

Puasa Harusnya Tanpa Kekerasan

Puasa Harusnya Tanpa Kekerasan

Sungguh perbincangan sangat menarik ketika membicarakan tentang bagaimana kita seorang muslim menyikapi persoalan-persoalan di bulan Ramadlan. Taruhlah, bagaimana posisi kita menyikapi persoalan penyisiran yang dilakukan oleh lembaga tertentu kepada warung-warung yang buka di siang hari pada bulan puasa yang berakhir dengan pemaksaan untuk menutup. Ada yang berposisi sebagai pembela Tuhan, bahwa setiap warung yang buka di siang hari harus ditutup dengan alasan mengganggu ketenangan orang yang sedang puasa; ada juga yang berposisi sebagai pembela kemanusiaan, yang membela keberadaan mereka (penjual) karena itu merupakan sumber untuk mendapatkan penghasilan, yang endingnya untuk menghidupi keluarga.

Jika kita sepakat bahwa ini persoalan, maka semua pihak tidak boleh diam untuk mencari jalan tengah terhadap persoalan ini. Karena yang jelas semua orang mencari pembenaran sendiri untuk mempertahankan tanggungjawabnya masing-masing, baik kepada keluarganya atau kepada instansinya. Yang satu beralasan penertiban dan yang lainnya beralasan untuk menghidupi keluarga. Jika memang, berjualan merupakan satu-satunya penghasilan bagi para penjual makanan, maka pihak yang mempunyai tanggungjawab untuk melakukan penertiban tugasnya tidak selesai sampai di sana, tetapi bagaimana pasca pelarangan itu ada antisipasi agar keluarga yang biasa berjualan itu terpenuhi kebutuhan hidupnya.

Persoalan-persoalan kemanusiaan seperti ini juga tidak boleh luput sebagai pertimbangan. Karena kita sebagai penganut sebuah agama tidak pernah meyakini bahwa agama akan membawa kesengsaraan bagi penganutnya, apalagi menjadi sebuah petaka. Belum lagi adanya pertimbangan-pertimbangan lain bahwa tidak semua umat Islam mempunyai kewajiban untuk berpuasa, seperti orang yang sedang menstruasi, dalam perjalanan, sakit, hamil yang dimungkinkan mengganggu bayinya, dan lain sebagainya. Jangan sampai perilaku keberagamaan kita justru sampai tidak mewakili agama.

Penyampaian substansi dari puasa malah lebih penting agar orang-orang yang menjalankan puasa lebih menjiwai terhadap kegiatan puasa. Puasa sebagai upaya penyucian diri dan pencegahan dari hal-hal yang berbau negatif betul-betul terealisasikan. Dengan begitu, berapa banyak pun manusia-manusia yang hendak berjualan (makanan) di siang hari tidak akan mampu memberikan pengaruh yang bisa menggoyahkan puasa yang sedang dilakukan. Adanya razia bagi para pedagang yang berjual makanan itu hanya selesai dipermukaan saja, tidak selesai secara substantif. Bagi orang yang belum memahami betul tentang substansi dari puasa, dimanapun bisa menjadi tempat untuk makan.

Yang diharapkan dalam uraian ini, bagi pihak yang mempunyai tanggungjawab harus mampu memberikan penyadaran tanpa kekerasan. Jangan sampai ibadah yang diharapkan mampu mencegah dan menahan hawa nafsu, malah dijadikan alasan untuk mengumbar nafsu; ibadah yang diharapkan bisa lebih mendekatkan diri kepada Tuhan, malah semakin jauh dari Tuhan.

Wallahu a'lam

Pamekasan, 13 Juni 2016

Babak Akhir Pertarungan Dunia Maya

Babak Akhir Pertarungan Dunia Maya

Menjelang pemungutan suara tanggal 27 Juni 2018 dalam kontestasi Pilkada Pamekasan, sudah bisa dikatakan bahwa pemilih sudah hampir konkret menentukan pilihannya. Memasuki babak akhir ini, kerja keras seperti apapun tidak akan membuahkan hasil yang signifikan, kecuali hanya berkutat membicarakan basis-yang sama-seperti kemarin dan lusa. Tidak ada perkembangan lain.

Sembilan puluh koma sekian dari 100% jumlah pemilih sudah menentukan sikapnya. Pemilih fanatik sudah terbentuk, sehingga untuk memengaruhi pemilih sangat sulit. Yang bisa dilakukan saat ini mencoba menghitung jumlah orang berdasarkan informasi dari tim masing-masing sampai ke lingkup paling sempit, yaitu TPS. Kalau sudah kalah berdasarkan survei, maka khawatir tidak menyembelih sapi.

Strategi apapun jika memasuki ruang pemilih fanatik bukan malah menambah suara, tetapi bisa mempertajam perseteruan diantara para pemilih. Karena seringnya diskusi pilkada di media sosial (baca: facebook) maka pemilih fanatik lahir di sana, melalui media sosial. Maka tidak heran jika di media sosial melahirkan sebuah perseteruan yang sangat alot. Tidak jarang, kawan to be lawan.

Pemilih ada yang bisa diciptakan dalam waktu dekat ada pula yang membutuhkan waktu yang sangat panjang. Pemilih rasional adalah pemilih yang sudah mampu menentukan pilihannya jauh hari, bukan karena intervensi politik. Jika kita melihat pemilih yang tidak konsisten seperti misalnya, kemarin A dan sekarang berubah B, itu menandakan pemilih yang tidak rasional. Terlepas dari persoalan, pertama ke siapa berikutnya ke siapa.

Stagnasi suara bisa diperparah oleh lemahnya tim. Semisal tim yang memengaruhi satu orang tetangganya saja tidak bisa; bukan tokoh, sering membuat dagelan yang memilukan, terlalu mengandalkan doktrin, sering blunder dan tidak ada rasionalisasi kepada pemilih. Rasionalisasi dalam artian, semacam pertanyaan, kenapa harus memilih nomor 1, dan tidak nomor 2.

Di facebook teman kita sudah sangat paham pada masing-masing figur. Berdasarkan aksi propaganda yang dilakukan oleh masing-masing tim, saya pikir semuanya sudah mampu memosisikan pemilih. Tetapi kalau harus menambah pemilih, rasanya tidak. Kenapa sebab, karena kita tidak menambah pertemanan, kalaupun menambah belum tentu orang setempat dan bisa diajak bersama. Pertanyaannya adalah: perdebatan yang dilakukan siang malam itu untuk memengaruhi siapa? Sementara teman kita di facebook yang itu-itu saja.

Jawaban dari pertanyaan itu adalah, hanya ingin memenangkan hujjah saja. Kalau ingin memenangkan figur yang diusung, tempatnya di dunia nyata, tempat di mana banyak orang yang tidak tahu dengan dunia maya. Dunia maya sudah final, tinggal gerilya ke pelosok desa dari kampung ke kampung. Mari, hentikan segala bentuk perdebatan yang memperuncing perpecahan di antara kau dan aku, Sayang.

Yang jelas, bagi yang merasa tidak mempunyai sistem yang kuat sampai lapisan paling bawah, khawatir.

Wallahu a'lam!
Pamekasan, 08 Juni 2018

Rabu, 06 Juni 2018

Politik; Permainan dan Anak Kecil

Politik; Permainan dan Anak Kecil

Lucu sekali melihat anak kecil bertengkar hanya memperebutkan mainan (mobil-mobilan, red). Tentu, lucu bagi saya, tapi serius bagi mereka. Sebab, bagi mereka hal itu memperebutkan sebuah kesenangan dan kebahagiaan. Dunia mereka di sana, dan hanya sebatas itu jangkauan pemikirannya.

Beda anak kecil beda pula orang dewasa. Kita sebagai manusia mempunyai tingkat kesenangan yang berbeda. Semakin dewasa seseorang akan semakin menjauh dari sesuatu yang bersifat remeh temeh. Kalau sudah lebih dewasa kesenangannya akan berbeda lagi. Yang dulu menyenangkan, kini tampak lucu di hadapan orang dewasa.

Sesuatu yang mengasyikkan bagi anak kecil, sudah tidak lagi bagi para remaja. Jika kita melihat anak remaja masih bermain mobil-mobilan perlu dipertanyakan perkembangannya secara psikologis. Jika mobil-mobilan saja sudah tidak relevan bagi otak anak remaja, apalagi orang dewasa ataupun orang tua. Para remaja beranjak kepada permainan lain yang dianggap relevan dengan usianya, yang sekaligus keluar dari pola pikir permainan anak kecil.

Semakin dewasa seseorang, ia akan semakin melihat kelucuan yang ada di sekitarnya, terutama kepada orang yang masih ada di bawahnya. Pada masa remaja, senang dengan berambut panjang dengan anting di telinga, setelah dewasa kita akan menertawakan diri sendiri, karena terkenang pada masa itu, dan bahkan tidak segan menertawakan anak remaja yang mengikuti jejak kita tempo dulu.

Begitu juga sebaliknya. Tidak ada anak kecil yang suka dengan permainan orang dewasa. Kemungkinan itu terjadi disebabkan jangkauan mereka yang masih terbatas. Bagi anak kecil, yang serius itu makan hati, sementara bagi orang dewasa, buat apa pekerjaan yang sia-sia. Pada akhirnya, saya meyakini bahwa segala bentuk permainan itu akan semakin lucu bersama dengan semakin dewasanya diri kita.

Pun permainan politik. Melihat perseteruan di media sosial (baca: facebook, dll.) saling caci maki, saling fitnah, intimidasi, yang mewarnai permedsosan pada saatnya akan menjadi sesuatu yang lucu bagi kita seiring dengan perkembangan dan tingkat kedewasaan kita. Seperti anak kecil, sebelum mereka tahu bahwa yang di hadapannya adalah permainan, mereka menganggapnya sebagai sesuatu yang serius.

Bahkan pada saatnya, ketika kita sudah memahami bahwa politik itu tidak lebih dari sekedar permainan, kita akan menertawakan diri sendiri sembari menertawakan orang lain yang masih suka dengan permainan kita tempo dulu. Bagi yang belum sampai, permainan ini memang cenderung dianggap serius sebelum akhirnya harus tersenyum kecil mengenang kelucuan pada saat bermain-main dengan caci maki, fitnah, dll.

Ingin rasanya saat ini saya pergi dari keseriusan politik menuju kelucuan politik. Dalam artian, saya ingin segera menggeser pola pikir bahwa politik itu bukan mainan saya, tetapi permainan mereka yang masih lucu. Untuk saat ini mungkin saya belum bisa, tetapi semoga segera bisa. Sehingga akhirnya, saya akan tersenyum kecil melihat pendatang baru dengan keseriusannya dalam permainan politik. Di tengah keseriusan berpolitik ini saya pilih berbaur dalam Pilkada Pamekasan ini.

Ya Allah, segera dewasakan hamba agar segera melihat politik sebagai sebuah kelucuan, sebagaimana Engkau telah memperlihatkan kelucuan mobil-mobilan bagi orang yang sudah dewasa.  Amin...

Wallahu a'lam!

Pamekasan, 06 Juni 2018

Selasa, 05 Juni 2018

Ilmu sebagai Jalan Keluar Memecahkan Persoalan Hidup

Ilmu sebagai Jalan Keluar Memecahkan Persoalan Hidup

Persoalan tidak akan menjadi masalah bagi orang yang mempunyai ilmu. Ilmu yang dimaksud adalah yang sesuai dengan persoalan yang sedang terjadi. Contoh sederhana misalnya; orang yang punya masalah dengan mobil macet, karena mengerti cara memperbaiki mobil, maka diperbaiki, dan baik.

Bagi yang sedang punya masalah dengan gigi (baca: sakit), karena tahu bagaimana cara mengobatinya, maka sakit gigi lewat; punya barang elektronik (TV, Radio, Komputer, dan lain-lain) rusak, karena tahu cara memperbaiki, maka masalah beres; ada Dosen memberikan tugas makalah kepada mahasiswa, karena mahasiswa tahu cara membuatnya, makalah pun bisa diselesaikan dengan baik.

Beberapa peristiwa di atas sebenarnya masalah. Namanya masalah, tentu akan membuat panik. Tapi, bagi orang yang mengerti bagaimana cara memecahkannya, maka sesuatu itu tidak menjadi masalah.

Beberapa persoalan di atas, bukan hanya diselesaikan menggunakan perasaan, tetapi menggunakan ilmu pengetahuan. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa ilmu pengetahuan dapat memberikan jalan keluar bagi setiap orang yang punya masalah. Semakin lengkap ilmu yang kita miliki, maka semakin mudah kita memecahkan banyak persoalan.

Dalam kehidupan ini, kita akan dihadapkan dengan berbagai macam persoalan. Ada persoalan yang akan terasa berat, pun ada yang terasa ringan. Ada per"soal"an yang sama, berat bagi yang satu dan ringan bagi yang lain. Hal itu bergantung kepada tingkat pengetahuan orang itu terhadap masalah yang dihadapi.

Pasti kita sudah bisa menangkap pesan apa yang dimaksud oleh tulisan ini. Semakin banyak seseorang mengetahui suatu hal, maka akan semakin sedikit persoalan yang terjadi pada dirinya. Karena sesuatu yang semula adalah masalah, menjadi bukan masalah baginya. Atas pengetahuan yang dimiliki, ia mudah memecahkan permasalahan.

Bagi manusia yang sudah mencapai pada keluasan ilmu pengetahuan, ia sudah sulit akan berhadapan dengan masalah. Seperti seorang, Wali Allah, misalnya. Para Wali Allah banyak dibekali dengan Ilmu Pengetahuan oleh Allah, dan bahkan ilmu yang bersifat transendental. Sesuatu yang belum banyak orang ketahui, sudah diketahui lebih dulu.

Sudah wajar, Allah menganugerahkan ilmu yang memadai bagi para Wali. Sebab, para wali dipercaya oleh Allah untuk menjaga keadaan bumi. Dituntut untuk memecahkan persoalan-persoalan yang terjadi di muka bumi. Tentu, tugas itu sangat berat bagi manusia biasa yang tidak mencapai maqam seperti para wali.

Tetapi Allah akan menyesuaikan tingkat keilmuan seseorang dengan masalah yang akan diberikan. Jadi soal akan semakin sulit bagi orang yang dianggap mampu, meski akhirnya juga akan terpecahkan.

Dalam kehidupan sosial, penting sekali mempunyai banyak ilmu pengetahuan. Sebab dalam interaksi dengan manusia yang lain, membutuhkan kecerdasan agar bagaimana tidak selalu melahirkan permasalahan. Dan jika ada pihak lain dengan sengaja menabur permasalahan, kita sudah siap bagaimana mengantisipasi dengan ilmu yang kita miliki.

Wallahu a'lam!

Sampang, 06 Juni 2017

Jumat, 01 Juni 2018

Pancasila sebagai Perekat, Jangan Dihujat

Pancasila sebagai Perekat, Jangan Dihujat

Sebuah negeri yang dasarnya Pancasila itu adalah Indonesia. Negeri dan Pancasila itu ibarat perangkat keras (hard ware) dan perangkat lunak (soft ware) dalam sebuah komputer. Perpaduan keduanya melahirkan sebuah negara yang disebut dengan Indonesia. Jadi bagi siapa saja yang menginginkan hidup di Indonesia, yang bersangkutan harus menerima apa adanya Indonesia dengan segala perangkat yang tersedia di dalamnya. Termasuk Pancasila, yang turunannya adalah Bhinneka tunggal ika, NKRI, UUD '45. Disebut dengan PBNU: Pancasila, Bhinneka tunggal ika, NKRI, UUD '45.

Di dunia ini, sudah banyak negara dengan perangkat lunak masing-masing di dalamnya yang memungkinkan bisa dipilih sesuai dengan selera masing-masing. Jika dalam perjalanan hidup ada ketidaksesuaian keinginan dengan sistem yang sudah terbentuk dalam sebuah negara tertentu, berdasarkan hak asasi bagi manusia itu tidak ada paksaan untuk tetap tinggal di negara itu. Dalam artian bisa mutasi kewarganegaraan sesuai dengan keinginan hati; yang cocok dengan pemikirannya, tanpa harus merusak isi negara yang telah memberikan kesempatan hidup pertama kali.

Dalam konteks Indonesia, jika ada beberapa golongan memaksakan perubahan sistem di antara masih adanya golongan lain yang menginginkan sistem itu, berarti kesadarannya (golongan) masih kecil untuk memahami hak orang lain. Kalau ada pertanyaan: bukankah semua orang mempunyai hak yang sama? Iya, betul. Tapi tidak harus mengganggu hak orang lain yang masih menginginkan sistem itu, karena sistem itu yang pertama kali diterapkan. Jika masih ingin memaksakan sistem versi lain selain Pancasila, golongan ini bisa pindah negara. Atau kalau tidak, cari negeri perdikan untuk dijadikan negara versi yang disuka.

Di dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) yang disebut dengan warga negara adalah, penduduk sebuah negara atau bangsa berdasarkan keturunan, tempat kelahiran, dan sebagainya yang mempunyai kewajiban dan hak penuh sebagai seorang warga dari negara itu. Warga negara yang baik, harus memahami segala bentuk kewajiban dan haknya kemudian menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Bukan yang memilih berseberangan dengan segala kebijakan yang ditetapkan oleh negara tersebut. Seperti menginginkan perubahan terhadap sistem yang sudah membentuk negara itu.

Boleh saja menginginkan perubahan terhadap sebuah sistem negara, apabila sudah dianggap tidak relevan dengan keadaan bangsanya. Untuk saat ini, peraturan yang diterapkan di Indonesia masih baik-baik saja, dan jika masih belum berlaku baik, berarti ada oknum yang mempermainkan sistem itu. Tentunya yang bermain adalah orang yang mempunyai kapasitas sebagai pelaksana dari sistem dimaksud. Yang merusak sistem itu biasanya manusia-manusia yang mempunyai keinginan kuat untuk memperkaya diri.

Saling menghargai antar suku, agama, ras, dan aliran (kepercayaan) juga tidak kalah penting dalam rangka menjaga harmonisasi sosial dalam keberagaman di dalam bernegara.  Mengimplementasikan nilai-nilai yang tertanam dalam sistem bernegara sebagai perwujudan dari kepatuhan dalam bernegara harus senantiasa digalakkan untuk menghindari kekacauan. Untuk menghindari perselisihan sebagai wujud dari sebuah perdamaian sesama warga negara, kiranya setiap warga negara penting sekali memerhatikan aspek-aspek yang akan menimbulkan perpecahan dalam bingkai persatuan, seperti saling mencurigai, memfitnah, mencaci-maki, dan lain sebagainya.

Namun, diakui atau tidak, di tubuh NKRI ini telah terjadi perang dingin antara satu golongan dengan golongan yang lain. Perang dingin ini yang malahirkan perpecahan secara perlahan. Penyebabnya bisa berbagai macam: mulai dari masalah ideologi, pemikiran, keinginan yang berbeda, dan lain-lain (pembaca bisa menambah sendiri sesuai fenomena dan problematika sosial yang terjadi di lingkungan). Tapi apapun yang terjadi, semoga Indonesia tidak sampai gulung tikar, agar kelak anak cucu kita dapat menikmati hal yang sama sebagaimana kita nikmati saat ini.

Pamekasan, 02 Juni 2017