Selasa, 19 Juni 2018

Kita Ini Kawan atau Lawan?

Kita Ini Kawan atau Lawan?

Memasuki dunia teater, kita akan mengenal dengan konsep pemanggungan. Dalam konsep pemanggungan itu sendiri, kita akan mengenal dengan beberapa istilah. Dan istilah ini seringkali digunakan untuk mengarahkan pemain oleh sutradara dalam setiap latihan sebuah pertunjukan. Istilah yang dimaksud ialah: sadar panggung, sadar teman, dan sadar diri.

Sadar panggung, artinya kesadaran dalam setiap gerakan tidak sampai melampaui panggung, memahami batasan-batasan panggung dan di mana harus melakoni peran. Sadar teman, ialah sebuah kesadaran bahwa di atas panggung dan apa yang kita pentaskan tidak sendirian, ada orang lain di sekitar kita. Sehingga, gerakan apapun yang kita lakukan tidak boleh sampai mengganggu (menghalang, red) teman. Semua pemain diinginkan oleh penonton untuk dilihat, bukan hanya sebagian orang.

Berikutnya, sadar diri. Kesadaran yang harus dimiliki oleh perseorangan tentang peran diri sendiri dalam panggung pertunjukan. Tidak mengambil alih peran orang lain, semuanya berjalan sesuai dengan peran masing-masing yang telah diarahkan sang sutradara. Meski dalam kondisi tertentu kita berhadapan dengan sebuah kesalahan, maka ada langkah improvisasi yang harus dilakukan untuk meminimalisir kesalahan dimaksud, sehingga pada saat yang bersamaan kita masih berada dalam alur yang diinginkan sutradara.

Panggung politik tidak jauh beda dengan panggung teater. Kesadaran demi kesadaran harus tetap senantiasa digalakkan. Kesadaran panggung dalam politik harus kita ciptakan, kita harus menyadari bahwa tidak semua arena adalah gelanggang politik. Ada arena tertentu yang tidak harus dicemari dengan persoalan politik, seperti arena lembaga pendidikan, lembaga pemerintahan, Instansi TNI/Polri, dan lain sebagainya.

Politik adalah pengetahuan mengenai sistem pemerintahan. Namun, belakangan bergeser menjadi perebutan kekuasaan dalam pemerintahan. Sehingga untuk menuju pemerintahan (baca: kekuasaan) membutuhkan strategi yang harus dilakukan. Dalam strategi inilah yang seringkali banyak menjebak orang untuk melakukan perbuatan yang tidak baik, seperti fitnah, caci maki, dan isu-isu tidak baik lainnya. Apakah strategi identik dengan sesuatu yang tidak baik? Jawabannya, tidak. Strategi bagi-bagi takjil, bagi-bagi lebaran, blusukan menyapa konstituen, silaturrahmi, adalah sesuatu yang baik.

Kesadaran teman dalam politik juga tidak boleh dibuang. Sebelum banyak mengenal politik dan mendukung sebuah pasangan tertentu, pertemanan sudah terjalin lebih awal. Kita harus memahami objek serangan, jangan semuanya disamaratakan, tidak kawan tidak lawan. Keretakan pertemanan tidak sebanding dengan apa yang akan kita dapatkan setelah kontestasi ini selesai. Bagi para penggembira, cukuplah sadar diri mengenai batasan dirinya sampai di mana. Jangan melampaui batas untuk saling menyerang sesama teman. Sadar dengan kapasitas diri adalah strategi paling baik; kalau hanya sebagai penggembira, biasa ajja kéles.

Menjelang hari-H dalam kontestasi Pilkada Pamekasan, dinamika politik semakin tinggi. Aksi propaganda, permainan isu, fitnah, dan caci maki semakin beranekaragam. Tampak beberapa orang yang mengatasnamakan diri sebagai tim mengkonter fitnah dengan cara memfitnah balik; mengkonter caci maki dengan cara mencaci maki balik. Akhirnya, saling serang fitnah dan caci maki tak kunjung selesai. Itupun dilakukan oleh sesama teman.

Sebagian lagi ada yang mengevaluasi kesalahan statement orang lain. Semula seperti ingin memberikan pencerahan yang baik agar tidak mengulang perbuatan yang sama, akan tetapi akhirnya mengajak teman-temannya untuk menghakimi bersama. Akhirnya, sama saja tidak ada yang mana satu. Tapi ini adalah ruangnya pilkada, ruang yang penuh dengan kepentingan seputar perut dan kekuasaan. Tidak perlu terlalu agresif menyerang kawan, apalagi yang pernah satu perjuangan.

Berbeda pilihan, boleh-boleh saja. Di zaman demokrasi ini kemerdekaan tiap individu dijamin oleh undang-undang. Tidak ada paksaan kepada pihak manapun untuk menentukan pilihannya yang terbaik. Namun, apapun pilihannya jangan pernah lupa bahwa kita pernah makan satu piring. Dalam kondisi apapun kita harus tetap 'satu' dan 'berbaur', jangan sampai pecah belah menjadi beberapa bagian. Cukuplah persoalan akidah dalam Islam yang terbagi 73 (tujuh puluh tiga) golongan, dan 1 (satu) masuk surga, yaitu ahlussunnah waljamaah.

Wallahu a'lam!
Pamekasan, 19 Juni 2018

0 komentar:

Posting Komentar