This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Minggu, 29 April 2018

Bahagia dengan Cara Sederhana

Bahagia dengan Cara Sederhana

Ada yang mengatakan bahwa mengamen jauh lebih baik daripada mencuri. Iya lah, karena mengamen adalah sebuah cara mendapat uang dengan bernyanyi (keliling), sementara mencuri adalah sebuah cara mendapatkan harta dengan mengambil hak orang lain. Mengamen menghibur orang dan mencuri merugikan orang.

Mengamen, tidak hanya membutuhkan keahlian bernyanyi. Yang lazim dalam mengamen juga membawa peralatan sebagai pengiring lagu yang dibawakan. Dalam menggunakan peralatan yang digunakan sebagai pengiring nyanyian, juga membutuhkan keahlian sendiri. Misalnya, menggunakan gitar, gendang, dan seruling. Yang tidak kalah penting juga suara yang bagus.

Hal yang menarik dari pengamen ini adalah harganya yang murah. Cukup punya seribu rupiah kita sudah dapat satu lagu, kalau sampai sepuluh ribu kita sudah bisa menggelar konser, itupun tanpa permohonan surat izin ke Badan Lingkungan Hidup (BLH) atau Polres.

Kadang bahagia itu tidak harus mahal; tidak harus merogoh kantong terlalu dalam, dan; bahkan ada yang tidak butuh modal sedikit pun.

Bahagia memang tidak selamanya harus disandarkan pada jumlah materi. Tujuan dari banyak orang mengumpulkan materi untuk mencapai kebahagiaan tidak sepenuhnya benar. Materi memang faktor eksternal yang berusaha mengkontaminasi internal seseorang agar menjadi bahagia. Faktor eksternal ini mampu memengaruhi dan merekayasa pikiran seseorang dari kondisi netral menuju kecenderungan tertentu.

Di dunia ini, masih ada beberapa orang yang bahagia tanpa materi. Orang seperti ini bahagia tanpa adanya pengaruh faktor eksternal, seperti harta berlimpah, jabatan atau apapun. Kalau sumber kebahagiaan itu dari dalam diri kita, maka sangat mungkin seseorang bisa bahagia dengan sendiri tanpa pengaruh faktor eksternal.

Cara-cara efektif yang sudah terbukti mampu membangun kebahagiaan bagi seseorang adalah membangun hubungan yang lebih dekat dengan Tuhan. Pendekatan seperti ini sering digunakan oleh para sufi. Para sufi mampu membangun kebahagiaannya dengan cara mengelola bagian dalamnya dengan cara selalu menyebut dan mengingat kebesaran Tuhan. Pada saat bersamaan kebahagiaan lahir dari dalam dirinya.

Bagi orang seperti saya, untuk mencapai kebahagiaan dengan materi masih belum punya, pun dengan merekayasa pikiran masih belum bisa. Merekayasa pikiran membutuhkan konsistensi yang berkelanjutan dalam kurun waktu yang relatif lama. Sehingga akhirnya, cukuplah dengan menggelar konser, dan berbaur sebagai sebuah cara bagaimana saya berbahagia.

Wallahu a'lam!

Pamekasan, 26 April 2018

Minggu, 22 April 2018

NU, dan Inovasi di Usia yang Menua

NU, dan Inovasi di Usia yang Menua

Bukan waktu yang sebentar. Jauh sebelum Indonesia ini ada, jam'iyah ini sudah ada. Berevolusi dengan segala situasi dan kondisi pada zaman yang berbeda dan beberapa kekuasaan. Dikomandani oleh para ulama--insya-Allah waliyullah--sebagai pelanjut perjuangan para Walisongo yang mampu melebur nilai-nilai keislaman dengan kebudayaan tanpa menghilangkan substansi dari agama.

Selalu diombang-ambing oleh gelombang besar untuk ditenggelamkan. Tapi seperti kata pepatah, "Tidak ada pelaut handal tanpa gelombang yang besar". Saat ini jam'iyah NU seperti menjadi musuh bersama akibat dari setiap kebijakan yang dilahirkan karena lebih cenderung kepada stabilitas berbangsa dan bernegara. Sebab, warga NU sudah tahu bagaimana ibadah dalam kondisi terjajah. Lebih baik mempertahankan yang sudah ada, daripada berhalusinasi akan merubah negara dengan dasar yang baru. Apalagi dengan konsep yang belum jelas.

Resolusi jihad yang pernah didengungkan NU telah mengantarkan Indonesia pada kemerdekaan. berdasar amanat berupa pokok-pokok kaidah tentang kewajiban umat Islam dalam jihad mempertahankan tanah air dan bangsanya yang disampaikan Rais Akbar KH. Hasyim Asy’ari, dalam rapat PBNU yang dipimpin Ketua Besar KH. Abdul Wahab Hasbullah, menetapkan satu keputusan dalam bentuk resolusi yang diberi nama “Resolusi Jihad Fii Sabilillah”, isinya sebagai berikut:

“Berperang menolak dan melawan pendjadjah itoe Fardloe ‘ain (jang haroes dikerdjakan oleh tiap-tiap orang Islam, laki-laki, perempoean, anak-anak, bersendjata ataoe tidak) bagi jang berada dalam djarak lingkaran 94 km dari tempat masoek dan kedoedoekan moesoeh. Bagi orang-orang jang berada di loear djarak lingkaran tadi, kewadjiban itu djadi fardloe kifajah (jang tjoekoep, kalaoe dikerdjakan sebagian sadja)…” sehingga Surabaya menggelegar pada saat itu. Di mana-mana ada seruan jihad untuk melawan penjajah. Yang lain di mana tong?

Namun, diusianya yang semakin renta ini, semakin banyak manusia-manusia yang tidak pandai berterima kasih. NU yang nyaris menjadi garda terdepan untuk menjaga keutuhan NKRI seakan menjadi musuh bersama, selalu disudutkan dengan pukulan-pukulan yang mematikan, termasuk oleh manusia-manusia yang pernah dibesarkan oleh nenek moyangnya dalam tradisi Ke-NU-an. Dan saya menyebutnya dengan nama, anak tidak tahu diuntung, jika tidak mau dikatakan durhaka.

Namanya hidup, pasti tidak pernah lepas dari salah dan dosa. Namun, bagi manusia-manusia yang membuka aib dan telah membeberkan kesalahan atas dasar kemaslahatan itu, semoga sulit menemukan jalan pulang. Terjebak pada sebuah hegemoni pemikiran baru yang akan menyeretnya pada hilangnya rasa taat dan terima kasih pada para ulama. Dan bagi kami, adalah harga mati menjaga NU dalam situasi dan kondisi apapun. NU akan senantiasa hidup di sini, di hati kami warga NU. Yang tidak mau dengan NU, "sono, ke laut aje". He...

Salah satunya yang bisa kami lakukan dengan cara tetap melestarikan tradisi Ke-NU-an dan memperingati hari kelahirannya. Seperti puncak resepsi yang kami lakukan tertanggal 21 April 2017 yang lalu, setelah beberapa rangkaian kegiatan seperti: Bahtsul Masail yang diselenggarakan di PP. Kebun Baru asuhan KH. Misbahol Munir; Hotmil Qur'an serentak (Ranting dan MWC) yang diakhiri dengan acara puncak dengan dzikir harlah di Kantor PCNU; Ziarah Maqbaroh kepada hampir seluruh pengasuh pondok Pesantren yang pernah mengabdikan hidupnya pada NU, dan diakhiri pada malam puncak di PP. Miftahul Anwar, Klompek, Pamoroh, Kadur Pamekasan.

Antusiasme pada malam puncak dihadiri sekitar tujuh ribu warga NU. Bahwa dalam kondisi NU diserang kanan dan kiri masih dicintai oleh warganya dan hal ini menjadi motivasi dan penyemangat tersendiri bagi pengurus NU. Semoga diusianya yang ke-94 ini, jam'iyah NU tetap konsisten menjadi tradisi dan menjadi garda terdepan dalam menjaga keutuhan NKRI. Karena menurut KH. Tovix Hasyim, "Agama tidak boleh jauh dari negara. Sebab, agama hadir untuk meluruskan negara, dan negara hadir sebagai pelindung bagi agama".

Selamat hari ulang tahun yang ke-94 bagi jam'iyah Nahdlatul Ulama. Jayalah selalu.

Pamekasan, 23 April 2017

Sabtu, 21 April 2018

KPUD; dan Kenaikan Daftar Pemilih Kurang Wajar (?)

KPUD; dan Kenaikan Daftar Pemilih Kurang Wajar (?)

Semoga prosentase kenaikan daftar pemilih yang kurang wajar versi komisi 1 DPRD Pamekasan ini bisa segera diatasi. Sebab, taruhannya dalam hal ini adalah profesionalisme dua institusi negara: pertama, KPUD Pamekasan sebagai lembaga negara yang mempunyai tugas untuk mencacah pemilih, dipertanyakan kredibilitasnya, apabila kekurangwajaran yang disampaikan oleh komisi 1 DPRD Pamekasan terbukti benar.

Kedua, komisi 1 sendiri sebagai lembaga negara harus mampu mempertanggungjawabkan pernyataannya dengan indikator dan instrumen yang jelas, sehingga melahirkan pernyataan kurang wajar. Karena pernyataan kurang wajar ini telah menciptakan asumsi yang tidak baik kepada lembaga yang lain, yaitu KPUD Pamekasan. Dalam pernyataan di atas seperti seakan komisi 1 menengarai bahwa KPUD mengelembungkan hak pilih, atau sekurangnya bekerja tidak profesional.

Mau diakui atau tidak, pernyataan kurang wajar ini sebenarnya meresahkan masyarakat. Seakan dengan mengelembungnya daftar pemilih ini, KPUD bermain-main dalam melaksanakan tugas sebagai komisi pemilihan. Sehingga harus dan wajib KPUD mempertanggungjawabkan hasil kerjanya kepada komisi 1 dengan rasional, dan setelah itu memublikasikannya kepada masyarakat, bahwa prosentase kenaikan yang dianggap tidak wajar itu tidak seperti yang disampaikan oleh komisi 1.

Jika tidak wajar versi komis 1 itu tidak menggunakan alat ukur yang ilmiah, sesuai dengan teori akademik untuk melihat kenaikan data pemilih, maka pernyataan komisi 1 ini bisa disebut sebagai asumsi. Dan asumsi itu tidak bisa dipertanggungjawabkan. Namun sebaliknya, apabila KPUD tidak bisa menjabarkan dengan ilmiah prosentase kenaikan data pemilih itu secara rasional, maka profesionalisme KPUD Pamekasan juga perlu dipertanyakan.

Bila beberapa hari ke depan, ternyata tidak ada masalah dengan kenaikan prosentase daftar pemilih, dalam artian baik-baik saja dan sesuai dengan daftar pemilih, maka dapat dipastikan bahwa tidak wajar versi komisi 1 sepenuhnya ngawur, tanpa landasan yang jelas. Kalau kengauran ini tidak berdampak terhadap keresahan masyarakat, maka dalam hal ini tidak ada masalah. Tetapi, jika terjadi masalah, lantas siapa yang bertanggung jawab.

Sepertinya pernyataan komisi 1 itu seperti bola salju yang sedang menggelinding, dan sedang dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu. Menggelindingnya pun bisa ke mana-mana. Gelindingnya bola salju ini akan bermakna beda bila mengenai tim sukses salah satu calon. Prosentase tidak wajar itu sekarang sedang digiring seakan ada keberpihakan KPUD kepada salah satu calon.

Kepada segenap struktural KPUD Pamekasan, bersama seluruh perangkatnya, baik PPK, PPS, KPPS dan lainnya. Buktikan, bahwa kerja kalian profesional, dan tidak sedang menghidupkan orang yang sudah mati. Disanksikan kerja kalian itu biasa, karena setiap pekerjaan itu menuntut pertanggungjawaban. Buktikan!

Semoga segera wajar!

Pamekasan, 10 April 2018

Bagaimana Caranya Alquran Fiksi?

Bagaimana Caranya Alquran Fiksi?

Setiap logam jika dipanaskan akan memuai
Besi adalah logam
Maka besi jika dipanaskan akan memuai

Setiap kitab suci adalah sakral
Alquran adalah kitab suci
Maka alquran adalah sakral

Contoh di atas merupakan silogisme deduktif. Penalaran deduksi/deduktif didasarkan pada penarikan kesimpulan yang bertolak dari hal yang umum. Dalam karangan penerapan penalaran deduktif ini tampak pada pernyataan umum yang dituangkan dalam kalimat utama yang kemudian menuju pada beberapa kalimat penjelas.

Kalaupun dalam sebuah diskusi Rocky Gerung tidak mengatakan secara khusus kepada kitab suci tertentu, tetapi keumuman kitab suci telah memuat seluruh kitab suci apapun namanya. Bagaimana kalau pernyataan Rocky Gerung kita dekati dengan sebuah silogisme deduktif.
Kitab suci itu adalah fiksi
Alquran adalah kitab suci
Maka alquran adalah... (bisa anda lanjutkan sendiri)

Kalau masalah kitab suci, jelas alquran masuk di dalamnya. Tetapi yang masih debatable adalah fiksi versi Rocky Gerung dengan fiksi orang kebanyakan. Beda pendekatan akan berbeda muatan yang akan dilahirkan sebagai produk pemikiran. Orang kampung-seperti saya-akan melihatnya dalam perspektif penggunaan fiksi sebagai konotasi dari sebuah khayalan.

Kita bisa memahami bahwa kitab suci adalah fiksi versi Rocky Gerung sebagai "hasanah keilmuan" bagi para pemikir. Tetapi pernyataan itu telah mendobrak kebiasaan pemikiran masyarakat dalam memahami alquran sebagai wahyu. Wahyu yang menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah petunjuk dari Allah yang diturunkan hanya kepada para nabi dan rasul melalui mimpi dsb. Bukan produk khayalan seseorang.

Alquran sebagai fiksi versi Rocky Gerung memuat banyak realitas yang sudah menjadi nyata saat ini. Saat ini sudah banyak para ahli dengan penemuannya yang sangat relevan dengan isi kitab suci ini. Seperti:

Pilot dan Astronot Sesak Dada

Ketika beberapa orang Pilot ditanya bagaimana perasaan dia ketika terbang atau menambah ketinggiannya?
Mereka akan menjawab, kami merasakan semakin sesaknya dad setiap kali menambah ketinggian di udara sampai kami merasa tercekik karena tak mampu bernafas akibat semakin berkurangnya kadar oksigen.

Realita ini belum diketahui sebelumnya, orang menganggap bahwa udara tersedia sampai ke planet-planet dan bintang-bintang yang ada di langit. Pada zaman Nabi Muhammad belum ada pilot, akan tetapi coba perhatikan ayat Al-Quran berikut ini:
“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.” (Al-An’am 6 : 125).

Air Laut Tidak Saling Bercampur

“Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing.” (QS. Ar-Rahman:19-20)

Pada ayat di atas ditekankan bahwa dua badan air bertemu, tetapi tidak saling bercampur akibat adanya batas. Bagaimana ini dapat terjadi? Biasanya, bila air dari dua lautan bertemu, diduga airnya akan saling bercampur dengan suhu dan konsentrasi garam cenderung seimbang. Namun, kenyataan yang terjadi berbeda dengan yang diperkirakan. Misalnya, meskipun Laut Tengah dan Samudra Atlantik, serta Laut Merah dan Samudra Hindia secara fisik saling bertemu, airnya tidak saling bercampur. Ini karena di antara keduanya terdapat batas. Di Selat Gibraltar lebih terlihat lagi. Antara air di Selat Gibraltar dengan Laut Mediteran terdapat perbedaan warna yang jelas yang menjadi batas antara keduanya.

Itu buktinya, kalau kitab suci adalah sebuah fiksi versi Rocky Gerung. Oh, fiksi!

Pamekasan, 12 April 2018

Ibuku Kartiniku

Ibuku Kartiniku

Hari ini, kata orang hari Kartini. Hari dimana rakyat Indonesia diingatkan untuk mengenang sesosok perempuan yang bernama Kartini. Bahkan, nyaris orang-orang yang punya akun di media sosial mengucapkan Hari Kartini dengan ekspresinya masing-masing.

Siapa sebenarnya Kartini? Kartini, adalah seorang perempuan yang lahir di Jepara, Hindia Belanda, pada 17 September 1879. Dulu, Hindia Belanda, dan kini Indonesia. Ia, adalah tokoh perempuan yang banyak berkontribusi terhadap perubahan sosial, utamanya perubahan sudut pandang tentang status perempuan di tengah masyarakat.

Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi. Kartini adalah seorang perempuan yang mempunyai keinginan untuk memajukan perempuan pribumi, karena ia melihat perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah. Perhatiannya tidak hanya semata-mata soal emansipasi wanita, tetapi masalah sosial umum.

Bentuk konkret dari perjuangan seorang Kartini adalah ia mendirikan sekolah yang dikhususkan untuk kaum perempuan. Ia menginginkan perempuan Hindia Belanda (baca: Indonesia) cerdas dan bisa mengambil peran dalam ruang lingkup sosial, bukan hanya sebagai pelayan lahiriah yang lepas sama sekali dari menggunakan kecerdasan akal dan pikiran sebagai manusia.

Kartini memang mempunyai pola pandang yang lebih maju daripada perempuan kebanyakan pada zamannya. Ia tidak segan menggugat budaya-budaya yang sekiranya akan menghambat perkembangan pola pikir masyarakat jawa pada saat itu. Karena baginya, perempuan harus mempunyai status sosial yang sama di mata masyarakat.

Kawin muda sebagai salah satu adat jawa yang diperangi oleh Kartini, termasuk kebiasaan perempuan yang suka dimadu. Kartini melihat perempuan yang dimadu hanya dijadikan sebagai alat pemuas hasrat seksual, sehingga hal demikian penting untuk diperangi.

Nilai-nilai yang diperjuangkan oleh Kartini sudah banyak dirasakan oleh kaum perempuan kiwari. Kebebasan berekspresi bagi kaum perempuan tidak lepas dari peran Kartini yang selama ini memperjuangkan kesetaraan bagi perempuan. Ia mampu mendobrak pola pikir kaum perempuan yang selama ini terhegemoni oleh struktur sosial. Saat ini Kartini telah banyak menginspirasi kaum perempuan.

Refleksi atas nilai yang diperjuangkan oleh Kartini harus tetap digalakkan. Upaya ini untuk tetap menciptakan perempuan-perempuan tangguh di masa depan. Indonesia saat ini tidak boleh kekurangan Kartini, agar eksistensi perjuangan dari Kartini masih kita rasakan.

Sebagai sebuah nilai, setiap orang mempunyai Kartininya masing-masing. Iya, bagi seorang saya, ibuku adalah Kartiniku. Seorang perempuan yang melahirkan dan membesarkan saya dengan kasih sayang. Memberikan pendidikan yang cukup kepada saya sebagai bekal dalam menjalani hidup di dunia dan akhirat.

Wallahu alam!

Sampang, 21 April 2018

Sila ke-2 (Dua)

Sila ke-2 (Dua)
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Kemanusiaan berasal dari kata dasar "manusia" dengan imbuhan-berawalan 'ke' dan berakhiran 'an'. Manusia sebagai kata benda mengalami afiksasi, sehingga kata manusia berubah makna secara gramatikal dari bentuk dasarnya. Dalam hal ini, kata 'manusia' yang terikat oleh morfem afiks--yang dimaksud adalah konfiks--berfungsi membentuk kata benda abstrak, kata sifat, dan kata kerja pasif. Konfiks ini bermakna 'hal tentang'. Kemanusiaan dapat dipahami sebagai hal yang berkaitan tentang diri manusia.

Manusia merupakan makhluk hidup yang diciptakan paling sempurna oleh Tuhan semesta alam. Manusia dianugerahi otak dan hati, agar dalam setiap bertindak bisa menggunakan akal dan pikiran. Satu-satunya spesies ciptaan Tuhan yang dibekali dengan akal dan pikiran hanya manusia, sebagai pembeda dari makhluk lainnya. Kesempurnaan itu yang mengantarkan manusia mendapatkan kepercayaan sebagai penjaga bumi. Bahkan, diciptakannya alam semesta ini disebabkan kemuliaan salah satu makhluk Tuhan dari bangsa manusia.

Dalam konteks sesama manusia, tentunya harus mampu melestarikan spesies diri ini agar tidak terancam punah. Saling menjaga satu sama lain, tidak mudah terpicu dan dikompori oleh pihak-pihak yang sengaja ingin menghancurkan manusia dengan cara meretakkan hubungan diantara sesama manusia, sehingga melahirkan konflik yang berkepanjangan. Korbannya adalah manusia.

Kepunahan bisa disebabkan banyak faktor, diantaranya disebabkan karena peperangan atau bencana alam. Peperangan bisa dipicu oleh sebuah konflik kepentingan yang tidak kunjung selesai, baik kepentingan perseorangan atau kepentingan kelompok; peperangan tidak jauh dari kelaparan yang secara perlahan membunuh manusia. Maka kemudian kejahatan perang disebut dengan kejahatan kemanusiaan, karena yang menjadi korban adalah manusia. Sedangkan bencana alam murni terjadi secara alamiah yang berhubungan langsung dengan keinginan Tuhan.

Maka, sesuai dengan sila kedua penting bagi manusia untuk bersikap adil kepada sesamanya. Tidak membeda-bedakan antara yang satu dengan lain, baik yang miskin ataupun yang kaya, baik yang buruh atau pejabat, baik yang melarat atau yang konglomerat. Semuanya harus mendapatkan perlakuan yang sama, mendapat kesempatan yang sama dalam hal pendidikan, kesehatan, ekonomi, hukum, politik dan lain-lain. Tidak tebang pilih, itulah keadilan. Bahwa kekayaan negara tidak hanya dinikmati oleh segelintir manusia, itu menjadi wajib hukumnya. Harus mendapatkan hak yang sama dalam keamanan dan kesejahteraan.

Tidak hanya adil, tetapi juga beradab. Cara-cara yang digunakan untuk menempuh jalan keadilan itu juga harus baik, agar nilai dari sebuah keadilan menjadi lebih manusiawi. Memosisikan manusia layaknya manusia, ada penghormatan dan penghargaan. Tidak ada status sosial yang lebih tinggi sebagai penyebab bedanya perlakuan. Kita sesama manusia, dari jenis yang sama, hanya beda kesempatan dan keberuntungan.

Bukankah Rasulullah SAW diutus ke muka bumi salah satunya untuk menyempurnakan akhlak manusia? Itu artinya, bahwa akhlak seyogyanya harus menjadi bagian dalam kehidupan kita sehari-hari. Perbedaan seharusnya tidak sampai memecah-belah persaudaraan, harus mampu kita bendung dengan ketinggian akhlak dan budi pekerti luhur yang telah ditanamkan oleh junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW.

Kalau bukan kepada beliau, lalu kita menauldani siapa lagi. Kami, warga NU yang insya-Allah mempunyai sanad keilmuan yang tidak putus melalui para ulama sampai kepada Rasulullah, semoga mampu menauldani sikap beliau, dan mengantarkan kami (warga NU) pada kebenaran Tuhan yang Maha Esa.

Wallahu a'lam!

Pamekasan, 22 April 2017

Kembali pada Pancasila

Kembali pada Pancasila

Mari, tuntaskan hari ini. Memromosikan, memrovokator, mencaci dan memaki, serta apapun yang bisa dilakukan untuk membantu dukungan di Pilkada DKI Jakarta. Sebab, besok lusa semuanya sudah berakhir. Kemudian kembali lagi kepada Pancasila sebagai dasar negara.

Bacakan dulu!
Pancasila
1. Ketuhanan yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat, kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

[Panca] berasal dari bahasa sansakerta yang berarti lima (5) bentuk terikat lima (terutama dalam kata majemuk seperti pancaindra, Pancasila). [sila] aturan yang melatarbelakangi perilaku seseorang atau bangsa; kelakuan atau perbuatan yang menurut adab (sopan santun); dasar; adab; akhlak; moral. Sehingga Pancasila dapat dipahami sebagai lima (5) aturan dasar perilaku sebuah bangsa.

Pertama di antara yang lima (5) adalah ketuhanan. Ketuhanan berasal dari kata dasar Tuhan. Tuhan adalah Zat yang wajib adanya, disembah, diyakini kekuatan dan kekuasaanNya yang tiada sanding dan banding, Tuhan berada dalam kesendirian tidak membutuhkan apa dan siapa-definisi ini belum mewakili sepenuhnya tentang Tuhan. Atau kita bisa menyebutnya dengan sesuatu yang Maha Dahsyat; alam semesta hanya sebagian representasi keberadaan Tuhan.

Maha Esa bermakna amat tunggal. Tunggal, satu, sendiri, tidak berbilang lebih dari satu. Itulah eksistensi Tuhan sebagai substansi dari aturan dasar pertama dalam berbangsa dan bernegara. Artinya, bahwa Indonesia sudah menancapkan pondasi bernegara dengan ber-Tuhan satu.

Sila pertama, memberikan gambaran tentang wajibnya warganegara Indonesia untuk ber-Tuhan. Namun tidak sekedar bertuhan, tetapi harus Tuhan yang tunggal; tidak berbilang lebih dari satu. Dalam konteks Indonesia bertuhan menjadi dasar untuk diakui sebagai warganegara Indonesia, siapapun Tuhannya. Tidak peduli siapapun Tuhannya yang penting bertuhan, maka dia adalah saudara kita dalam bernegara.

Tuhan merupakan simbol bagi manusia yang beragama. Sehingga muncul saling menghormati antar pemeluk beragama. Sebab, agama adalah sebuah keyakinan yang tidak perlu dipertanyakan terlalu detail alasan tentang pilihan beragamanya, selain memang agama merupakan hak pribadi seseorang.

Nah, atas dasar itulah warga NU tetap menjaga stabilitas umat beragama. Karena Pancasila memberikan ruang yang luas bagi umat beragama mempunyai hak yang sama dalam bernegara.

Bersambung...

Pamekasan, 19 April 2017

Kamis, 19 April 2018

Nalé'éh Tabuk

Nalé'éh Tabuk

Masih terngiang di telinga ketika ibu melontarkan sebuah kalimat kepada saya. "Ngkok nalé'éh tabuk lambâk malé kakéh padâh bân oréng, cong," (Saya mengikat perut dulu agar kamu sama seperti orang lain, nak) kata ibu dalam suatu kesempatan. Tentu, yang dimaksud ibu dengan mengikat perut bukan melilitkan tali pada perut, akan tetapi maksudnya adalah menahan lapar; dan menahan diri untuk tidak mudah membeli sesuatu yang kurang penting.

"Sama seperti orang lain" yang ibu maksud, adalah bagaimana agar saya mendapatkan kebahagiaan seperti anak lain yang sebaya. Hal itu dilakukan untuk menghindari kesedihan apabila fasilitas yang dimiliki tidak sama dengan yang lain miliki. Jika yang lain mempunyai mainan, orang tua saya berusaha bagaimana caranya saya juga punya. Meski akhirnya tidak sepenuhnya terpenuhi. Sebab prioritas tetap kebutuhan pokok sehari-hari.

Saya terlahir dari keluarga miskin. Seperti yang pernah disampaikan sebelumnya. Orang tua saya menarik becak untuk menghidupi kami. Sehingga untuk hal yang bersifat materi yang akan membahagiakan kami sebagai anaknya, ia menyisihkan sebagian dari uang belanjanya. Seperti ingin membelikan mainan, pakaian dan lainnya.

Ketika teringat dengan masa itu, saya juga menjadi ingat pada saya saat ini ketika sudah menjadi seorang ayah. Bagaimana saya mencoba untuk mengurangi sekaligus mengendalikan diri untuk berbelanja sesuatu yang bersifat sekunder. Bagaimana tidak, sebagai seorang ayah saya sudah punya tanggung jawab untuk menghidupi dan membahagiakan anak termasuk isteri di dalamnya. Maka dari itu harus sekuat tenaga dan mampu untuk memfasilitasi sejauh apa kebutuhannya. Meski di sisi lain juga harus "nalé'éh tabuk" sebagaimana orang tua saya dulu.

Nalé'éh tabuk waktu saya masih kecil dengan waktu usia sekolah beda lagi. Kalau waktu kecil lebih kepada mainan, kalau sudah usia sekolah sudah lebih kepada kebutuhan pendidikan. Kebutuhan pendidikan berupa seragam sekolah, buku, tas, sepatu, dan lainnya. Untuk kebutuhan itu agar saya tidak melas dan sama dengan lainnya. Meski akhirnya tetap saja ada cerita memilukan sekaligus memalukan pada masa itu.

Izinkan saya bercerita sedikit. Waktu saya masih kelas 3 (tiga) sekolah dasar (SD), buku saya yang tipis dan sekedar ada itu sudah habis. Untuk membeli tidak punya uang, sementara itu saya mendapatkan tugas dari guru. Pada saat itu, saya menemukan buku tanpa cover kurang lebih sepuluh lembar dengan bersteples dua di bagian tengah. Lalu, buku itu saya selipkan, di bagian tengah buku yang sudah habis itu.

Sial sekali, waktu saya kumpulkan ibu guru saya memanggil saya ke depan. Dengan nada yang keras dia bertanya kepada saya, "Ini buku apa?" Saya menjawab, "Buku pelajaran, bu." Lalu dengan marah dan nada yang keras sambil melempar buku saya ke atas dia mengatakan, "Buku pelajaran, kok seperti ini!" Pada saat dilempar, terbelahlah buku saya menjadi dua golongan, (yang satu mungkin masuk surga). Saya ketakutan sekali waktu itu. Sementara teman-teman menertawakan saya. Apa tidak melas?

Kisah yang lain ketika saya sakit perut di dalam kelas. Waktu itu saya takut untuk meminta izin keluar, sementara perut semakin menjadi-jadi. Karena perut semakin tidak karuan, saya paksakan untuk permisi kepada guru saya. Malang sekali, pada saat saya hendak berdiri dari tempat duduk, bersama dengan itu sesuatu keluar dari balik pantat dan berhasil membasahi tempat duduk saya. Teman-teman yang tahu tentang kejadian itu sampai sekarang masih bernostalgia dengan kata, Musannan acéré'an. Sungguh memalukan sekali.

Semoga untuk kehidupan ini, Tuhan menganugerahkan kepada saya rejeki yang halal, agar tidak ada kisah pilu kepada Musannan Junior di masa depan.

Pamekasan, 19 April 2018

Senin, 16 April 2018

Ulang Tahun PMII dan Upaya Mengembalikan Ghiroh Nasioanal

Ulang Tahun PMII dan Upaya Mengembalikan Ghiroh Nasioanal
Sebelumnya, saya ucapkan, “Selamat ulang tahun PMII ke-56, ilmu dan bakti kuberikan adil dan makmur kuperjuangkan.”

Ia, apa PMII itu sebenarnya, kok tiba-tiba familiar di telinga; tidak kelu mengucapkannya di lidah, dan selalu sejuk dipandang mata. Sepertinya PMII itu bukan sesuatu yang asing dalam kehidupan ini, hampir semua orang yang pernah merasakan bangku kuliah pernah mendengarnya. Apa yang menjadikannya (PMII) begitu tenar di masyarakat. Dalam pada ini harus ada penjelasan yang mendetail, biar tidak hanya menjadi formalitas belaka setiap tanggal 17 April tiba-tiba semua orang—utamanya para aktivis—mengucapkan, “Selamat ulang tahun,”. Penting sekali mengupas sepak terjang PMII sebagai upaya meningkatkat ghiroh bagi siapa saja yang masih mengatasnamakan PMII sebagai media transformasi sosial.

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang disingkat dengan PMII itu merupakan sebuah organisasi kemahasiswaan yang lahir pada tanggal 17 April tahun 1960 di Surabaya yang kemudian diasuh dan dibesarkan pertama kali oleh sahabat Mahbub Djunaedi dan dibantu oleh sahabat Subhan ZE (terima kasih sahabat, jasamu tidak akan kami lupakan). Ia lahir karena menjadi suatu kebutuhan dalam menjawab tantangan zaman, dan adanya hasrat kuat para mahasiswa NU untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang berideologi Ahlusssunnah wal Jama’ah sebagai wahana penyaluran aspirasi dan pengembangan potensi mahasiswa-mahsiswa yang berkultur NU. Semula orientasinya di sana, sebelum muncul hal lain yang perlu diperjuangkan atas nama tantangan zaman dan ideologi.

Kemudian, hal lain yang manjadi penyebab lahirnya PMII pada saat itu adalah: Carut marutnya situasi politik bangsa indonesia dalam kurun waktu 1950-1959; tidak menentunya sistem pemerintahan dan perundang-undangan yang ada; pisahnya NU dari Masyumi; dan ketika PSI (Partai Sosialis Indonesia) dan Masyumi dibubarkan oleh Bung Karno, Bung Karno meminta kepada NU untuk mendirikan oganisasi mahasiswa Islam yang 'Indonesia' maka berdirilah Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia. Meski dalam perjalanannya masih ada perdebatan dalam musyawarah perihal penamaan yang kemudian menjadi PMII.

Hal itu juga menjadi uswah tersendiri bagi warga pergerakan saat ini bahwa bagaimana pentingnya musyawarah dalam mengambil keputusan-keputusan besar, seperti musyawarah yang dilakukan oleh para tokoh dalam memberikan nama kepada sebuah organisasi yang menjadi cikal-bakal organisasi kemahasiswaan yang besar di Indonesia ini. Seperti apa perjalanan musyawarah yang akhirnya melahirkan “PMII” sebagai nama yang diberikan pada organisasi ini.

Pada saat itu, tanggal 14-16 April 1960 diadakan musyawarah mahasiswa NU yang bertempat di Sekolah Mu’amalat NU Wonokromo, Surabaya. Peserta musyawarah adalah perwakilan mahasiswa NU dari Jakarta, Bandung, Semarang, Surakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Makassar, serta perwakilan senat Perguruan Tinggi yang bernaung dibawah NU. Pada saat itu diperdebatkan nama organisasi yang akan didirikan. Dari Yogyakarta mengusulkan nama Himpunan atau Perhimpunan Mahasiswa Sunny. Dari Bandung dan Surakarta mengusulkan nama PMII. Selanjutnya nama PMII yang menjadi kesepakatan. Namun kemudian kembali dipersoalkan kepanjangan dari ‘P’ apakah perhimpunan atau persatuan. Akhirnya disepakati huruf “P” merupakan singkatan dari Pergerakan sehingga PMII menjadi “Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia”.

Musyawarah juga menghasilkan susunan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga organisasi serta memilih dan menetapkan sahabat Mahbub Djunaedi sebagai ketua umum, M. Khalid Mawardi sebagai wakil ketua, dan M. Said Budairy sebagai sekretaris umum. Ketiga orang tersebut diberi amanat dan wewenang untuk menyusun kelengkapan kepengurusan PB PMII. Dan kemudian PMII dideklarasikan secara resmi pada tanggal 17 April 1960 Masehi atau bertepatan dengan tanggal 17 Syawwal 1379 Hijriyah. Saat itulah cikal bakal lahirnya PMII, yang sampai sekarang kita rasakan hikmatnya.

Semoga saja, Tujuan PMII sebagaimana termaktub dalam Anggaran Dasar (AD PMII) BAB IV pasal 4 "Terbentuknya pribadi muslim Indonesia yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya dan komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia" tidak hanya menjadi tujuan di atas kertas. Akan tetapi ada langkah-langkah kongkrit yang bisa dilakukan sebagai bentuk kontribusi terhadap pembangaunan nasional pada saat ini utamanya bagi generasi saat ini.

Pada perjalanannya, PMII memang sudah banyak memberikan pengawalan terhadap persoalan-persoalan bangsa. Baik, dengan cara memberikan kontribusi pemikiran dalam bentuk rekomendasi kepada pemerintah, menyalurkan aspirasi dalam bentuk audiensi, atau aksi turun jalan untuk menyuarakan aspirasi rakyat, memberikan bantuan sosial bagi masyarakat yang terkena musibah, memberikan pendampingan pada masyarakat yang tersangkut persoalan hukum dan lain sebagainya. Dalam pemerintahan orang-orang PMII juga sudah masuk dalam ruang-ruang kebijakan pemerintah untuk memberikan konstribusi terhadap percepatan pembangaunan.

Itu dalam perjalanannya. Lantas, bagaimana PMII untuk saat ini? Entahlah, sementara berdasarkan pengamatan dengan skala terbatas PMII masih adem-ayem. Dan penyebabnya juga masih berada dalam tanda tanya besar. Apakah penyebabnya karena bangsa kita sudah dianggap aman dari persoalan; atau semangat para komandan lapangan sudah terkontaminasi kepentingan; atau memang semangat untuk memperjuangkan rakyat sudah rendah; atau malah semangat kita sendiri dalam berorganisasi yang sudah mulai lemah; atau keterbatasan pemikiran untuk membangun konsep pembangunan yang lemah. Yang jelas PMII hari ini dalam keadaan lemah, karena tidak mungkin sebuah Negara bebas sama sekali dari persoalan-persoalan sosial yang harus membuatnya adem-ayem.

Akhirnya, sekali lagi saya ucapkan, "Selamat ulang tahun PMII yang ke-56, semoga benderamu masih berkibar di langit Indonesia dan semangatmu masih berkobar di bumi Indonesia,".

Pecinta PMII.

Surabaya, 17 April 2018

Minggu, 15 April 2018

Tuhan Tidak Sedang Melempar Dadu

Tuhan Tidak Sedang Melempar Dadu

Tuhan tidak sedang melempar dadu. Apapun yang terjadi pada diri manusia itu sudah digariskan olehNya. Tidak ada yang kebetulan dalam hidup, semua diatur dengan kuasa agar manusia sadar bahwa jalan hidup manusia tidak bisa mengatur sendiri. Siapapun manusia yang sedang berada di bawah ujian Tuhan, Tuhan memberikan jalan agar "sabar dan shalat".

Memang solusi semudah itu terkesan tidak rasional, tetapi itu jika diukur dari rasionalitas sebagai manusia bukan sebagai Tuhan. Bagi Tuhan tidak ada yang tidak masuk akal, karena Tuhan mampu menciptakan apa saja. Semua yang Tuhan tawarkan hanya sebagai perantara kehendak-Nya agar sesuatu itu bisa terjadi. Akhirnya rasionalitas perspektif manusia terletak seberapa jauh ia percaya dengan kuasa Tuhan untuk menciptakan sesuatu terjadi setelah Tuhan banyak ciptakan segala sesuatu.

Kenapa sabar dan shalat? Kadang meski dengan sangat terbatas, manusia sebagai ciptaan Tuhan diberikan akal dan pikiran untuk memikirkan maksud Tuhan. Hampir semua orang tahu, bahwa sabar akan memotivasi pikiran seseorang menjadi lebih tenang, dalam kondisi ini maka manusia akan lebih mudah menyelesaikan persoalan yang sedang terjadi. Sebaliknya, sikap panik akan semakin menambah persoalan karena sikap gegabah muncul pada saat seseorang sedang dalam kondisi panik.

Tuhan pemilik ruang dan waktu. Kenapa tiba-tiba manusia itu berada pada ruang itu pada saat itu? Kenapa tidak berada pada ruang dan waktu yang lain? Dengan maksud agar tidak ada masalah yang menimpa dalam menjalani hidup. Tidak, di ruang dan waktu apapun kita berada, Tuhan sudah menyiapkan dengan segala persoalannya. Karena ujian hidup menjadi bagian dari kehidupan ini.

Jika kita tidak suka dengan ruang dan waktu (baca: lingkungan) yang Tuhan tentukan, sama saja dengan kita sebagai manusia tidak mau dilahirkan ke dunia ini oleh ibu kita. Perjalanan hidup manusia memang dimulai dari oleh siapa kita dilahirkan. Sebab, itu yang menentukan masa depan hidup termasuk persoalan dalam kehidupan itu sendiri. Kenapa demikian? Karena ruang dan waktu yang Tuhan sediakan pada saat kita dilahirkan yang menentukan persoalan apa yang hendak Tuhan berikan. Jaringan, kesempatan, peradaban sebagai penentu kualitas manusia yang menentukan kapasitas manusia di lingkungan hidupnya adalah Tuhan yang menyediakan.

Bicara hakikat memang tidak kunjung selesai. Ada orang mati sebab kemiskinan (siapa yang mau dalam posisi itu), ada yang mati dengan meninggalkan banyak warisan (mungkin semua orang menginginkan seperti itu). Siapa orang yang tidak mau jika dengan kerja keras yang sama membuat seseorang berhasil seperti lainnya. Tapi, apakah itu bisa terjadi. Tentu tidak. Karena jika hal itu terjadi, hanya akan ada satu usaha (baca: pekerjaan) di dunia ini.

Tidak hanya dalam persoalan material sebenarnya hal itu, tetapi lahirnya sikap-sikap sosial--yang menyimpang atau tidak menyimpang--juga menjadi bagian dari hakikat ketuhanan.

Mungkin yang dimaksud oleh Gus Dur dengan 'memanusiakan manusia'. Bahwa, manusia tidak lepas dari kesalahan dalam menjalani hidup. Kalau diperkenankan semua orang ingin hidup kaya dan baik. Jadi harus serba memaklumi, jika tiba-tiba kita atau siapa saja berada dalam posisi yang tidak menguntungkan. Seperti yang disampaikan oleh Gus Mus, "Kita tidak boleh juga menghukum orang yang sedang berjalan untuk belajar, kita tidak boleh memvonis orang dengan mudah,". Artinya bahwa semua orang punya kesempatan untuk menjadi lebih baik.

Pamekasan, 15 April 2016

Senin, 09 April 2018

Fenomena Hastag

Fenomena Hastag

Hastag atau tanda pagar (tagar) #2019gantipresiden semakin mengemuka. Entah, siapa yang memulai. Yang jelas tidak mungkin jika tidak dilakukan oleh pihak yang tidak berkepentingan.

Tagar yang sedianya dijadikan sebagai cara untuk mengkategorikan konten atau postingan di media sosial, kini sudah menempel di kaos-kaos. Sebenarnya salah tempat, tapi sama seperti orang kebelet pipis, di tempat manapun langsung jadi.

Hal semacam ini gaya lain dari aksi demonstrasi yang disuarakan di jalan-jalan untuk menurunkan presiden. Tapi rasanya gerakan ini terlalu awal, karena Bapak Presiden siap mengantisipasi dari jauh hari dengan mudah sebelum pemilu tiba.

Orang kadang lupa, bahwa Presiden Joko Widodo itu pilih tanding. Bahkan ada seorang profesor yang mengatakan bahwa untuk bisa mengimbangi Jokowi dalam kontestasi 2019, maka Jokowi harus berhenti sementara dalam bekerja. Sementara beliau sebagai seorang Presiden nyaris tidak waktu untuk diam.

Elektabilitas Jokowi sangat tinggi. Dengan elektabilitasnya yang cukup tinggi dan dukungan partai yang masif saat ini, maka dapat dipastikan lawan Jokowi tidak boleh rival yang lama, apalagi hanya dilawan dengan hastag. Bahasa lainnnya, kaos saja tidak cukup, butuh langkah taktis yang lebih nyata.

Untuk menambah kekuatan, boleh saja rival sang Presiden menggunakan isu kriminalisasi ulama. Karena memang ada sebagian kelompok yang masih menginginkan lengsernya Jokowi untuk menyelamatkan tokoh idolanya kalau beliau lengser.

Tapi yang tidak boleh dilupakan, masyarakat kita sudah cukup cerdas. Sehingga isu yang muncul menjelang kontestasi apapun masuk pada ketegori politik. Jadi pemirsa harus sabar, jangan terburu memutuskan sesuatu tanpa melewati otaknya.

Salam damai untuk Indonesiaku.

Pamekasan, 09 April 2018

Jumat, 06 April 2018

Sakit dan Introspeksi Diri

Sakit dan Introspeksi Diri

Setelah sakit baru terasa bahwa kesehatan itu sangat berarti. Dalam keadaan sehat, mungkin tidak menyadari bahwa organ tubuh manusia satu sama lain saling berhubungan untuk menyempurnakan gerak pada diri manusia. Semua organ tubuh, kompak berdasarkan satu instruksi dari otak meski beda fungsi, sehingga melahirkan keserasian dalam setiap aktivitas yang dilakukan. Meski demikian, satu organ tubuh saja sakit dan tidak berfungsi maksimal, maka sakitlah seluruh tubuh dan gerak tubuh akan menjadi tidak seimbang dan akan pincang.

Itu yang bisa saya buktikan, setelah dari kemarin di selangkangan (pangkal paha) sebelah kiri merasakan sakit yang luar biasa. Jangankan mau berjalan, apalagi bekerja yang membutuhkan tenaga ekstra, mau ke kamar kecil saja membutuhkan tenaga tambahan dua orang manusia di sebelah kiri dan kanan. Setiap satu langkah dan terjadi gerakan pada kaki, sakitnya luar biasa. Sungguh tersiksa dan menyiksa.

Mungkin Tuhan hendak menyampaikan, bahwa organ tubuh yang selama ini dimanfaatkan dan lewat begitu saja setiap jam tanpa rasa syukur adalah anugerah yang sangat besar dan senantiasa harus disyukuri. Menyukuri nikmat Allah yang dari dalam tubuh yang dirasakan secara langsung oleh kita niscaya harus kita lakukan. Secara sederhana, dalam tubuh kita ada sistem rangka sebagai penyangga tubuh kita yang terdiri dari tulang-tulang, sehingga kita bisa berjalan, bergerak dan tubuh tidak lamas; sistem pencernaan yang berfungsi mengolah makanan dari yang bersifat hewani dan nabati menjadi kimiawi; sistem pernapasan, yang berfungsi untuk meyuplai oksigen ke dalam dalam tubuh; sistem peredaran darah yang berfungsi untuk mengirimkan makanan dan sejenisnya ke seluruh tubuh manusia. Ini sebagian fungsi dari organ tubuh manusia yang berlalu begitu saja kita manfaatkan.

Belum lagi nikmat lain di luar tubuh manusia. Seperti makanan, pemandangan, musik, bantal guling, celana dalam (termasuk isinya) dan kenikmatan yang lain. Seperti kata Tuhan, "Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? Tuhan memelihara kedua tempat terbit matahari dan tempat terbenamnya." Dengan dua hal itu terjadilah kehidupan di dunia ini, terjadilah siang dan malam. Yang kata Tuhan siang waktu mencari nafkah dan malam waktu untuk istirahat, dan bisa ditambah hal lain, kalau misalnya iseng bisa memanfaatkan waktu dengan istri, dan aktivitasnya bisa apa saja.

Itulah organ tubuh manusia yang saling berkaitan antara satu dengan lainnya; saling melengkapi dan saling menyempurnakan. Yang kemudian dijadikan sebagai sebuah analogi bagi kaum mukmin antara yang satu dengan lainnya oleh Rasulullah SAW.
Seperti sabdaNya: Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling kasih, saling menyayang dan saling cinta adalah seperti sebuah tubuh, jika salah satu anggotanya merasa sakit, maka anggota-anggota tubuh yang lain ikut merasakan sulit tidur dan demam. (Shahih Muslim No.4685).

Lantas, bagaimana kejadian hari ini yang nyaris tidak ada kepedulian antara umat yang satu dengan lainnya. Apakah perlu dipertanyakan keimanannya, jika sesama muslim saja sudah saling cacimaki dan hujat. Mana, kesakitan yang dimaksudkan oleh Rasulullah bagi manusia beriman. Ah, entahlah!

Wallahu a'lam!

Pamekasan, 07 April 2017

Rabu, 04 April 2018

Ada apa dengan Pilkada Pamekasan?

Ada apa dengan Pilkada Pamekasan?

Sebuah pertanyaan yang terbersit di dalam pikiran saya. Ketika melihat seorang ulama besar, sekelas KH. Nawawi Abdul Djalil Pengasuh pondok pesantren Sidogiri turut serta memberikan dukungannya kepada salah satu calon dalam kontestasi Pilkada Pamekasan. Bukankah beliau adalah ulama berkaliber nasional dan bahkan internasional?

Yang pasti, beliau punya alasan sendiri dalam hal ini. Tak perlu diragukan lagi keputusan beliau.

Semula banyak pihak yang tidak percaya dengan selebaran yang berupa maklumat dari beliau, hingga akhirnya beliau menyempatkan diri rauh di kediaman salah satu calon, tepatnya di kediaman RBT, panggilan Ra Badrut Taman. Untuk memastikan bahwa selebaran yang dimaksud tidak mengandung kebohongan, beliau berkenan direkam pada saat membacakan selebaran yang beredar sebelumnya.

Untuk memastikan dan menghilangkan perdebatan di antara para santri Sidogiri beliau menyempatkan hadir ke Pamekasan. Beliau sepertinya memang tidak mau ada suara yang pecah di antara santri Sidogiri. Menyamakan persepsi dengan para santrinya yang ada di Pamekasan. Perkara ada sebagian pihak yang masih meragukan-karena ada kepentingan lain-tidak masalah, yang penting saat ini seluruh santri Sidogiri sudah satu pemahaman untuk bersama mendukung Berbaur.

Akhirnya, Berbaur punya tempat bersandar. Dan dapat dipastikan pula tempat bersandarnya sangat kokoh, karena sebenarnya sandaran ini merupakan sandaran bagi pihak-pihak yang selama ini dijadikan sebagai sandaran. Dalam artian, banyak ulama kita di Madura yang selama ini kita jadikan sebagai sandaran, berguru (baca: nyantri) pada beliau (Pesantren Sidogiri).

***
Sampai pada tulisan di atas, saya tidak melanjutkan dan tidur. Demi Allah, saya bersumpah bahwa saya bermimpi dan berjumpa beliau, KH. Nawawi Abdul Djalil. Saya menyalami dan mencium tangan beliau-dibolak-balik-sangat lama. Saya merasa bahwa beliau melegitimasi terhadap apa yang saya tulis untuk kemudian dipublikasikan. Tulisan ini saya tulis setelah terbangun dari tidur.

***
Yang jelas keputusan seorang ulama itu sudah ada dasar pemikiran yang melatarbelakangi. Tidak semerta-merta menjatuhkan dukungan tanpa alasan yang jelas. Setidaknya, beliau lebih peka terhadap persoalan yang dihadapi oleh Pamekasan, meski dalam kacamata batin. Seorang ulama tidak lepas dari sebuah istikharah untuk mencari jalan kebaikan. Dan, insyaallah, keputusan beliau mendukung RBT sudah melalui perjalanan yang panjang.

Seperti yang banyak orang lakukan, menyelamatkan nama baik guru adalah sebuah keniscayaan. Sebagaimana kebanyakan orang lakukan untuk menjaga nama baik gurunya, pun hal itu para santri Sidogiri melakukannya. Selepas dari pernyataan beliau, ketika bertemu dengan santri Sidogiri mereka menyatakan dukungannya kepada Berbaur atas nama ketaatan kepada gurunya.

Didukung oleh siapapun sah-sah saja. Yang paling penting dari dukungan yang diberikan oleh ulama masing-masing yang telah kita ketahui jangan dipelintir dalam bentuk apapun. Karena para beliau maqamnya jauh melampaui kita. Takut kualat.

Pamekasan, 03 April 2018

Logika Terbalik Gotong Royong

Logika Terbalik Gotong Royong

Sambil duduk di teras rumah (bukan rumah sendiri) di sebuah perumahan; sembari menatap pagar rumah para tetangga yang masih rapat. Di depan halamannya ada banyak pepohonan kecil dan bunga-bunga, sesekali melambai memberikan tanda bahwa ia sedang diterpa angin, angin sepoi barangkali. Hanya pagi hari saja, saya melihat ada tanda-tanda kehidupan, karena mungkin harus memenuhi tanggungjawabnya, mereka keluar rumah dengan berseragam tanpa harus saling banyak bertutur sapa antara satu dengan lainnya, kemudian menghilang.

Suatu kesempatan, saya berpapasan dengan salah satu penghuni. Saya sempat bertanya perihal pekerjaannya, dia menjawab bahwa ia bekerja di sebuah Sekolah Dasar favorit di kota ini. Entah, saya tidak tahu favorit atau tidaknya diukur dari mana. Pada saat itu saya baru tahu bahwa ternyata orang itu adalah seorang guru. Seorang guru di sebuah sekolah favorit. Pasti terhormat.

Sesaat kemudian, tiba-tiba ada orang meletakkan sepeda persis di depan pagar rumah tempat saya duduk. Saya melihat penampilannya, sepertinya dia adalah seorang tukang rumah, yang mendapat pekerjaan rehab atau apalah nama lainnya, dia bekerja persis sebelah kanan rumah saya (baca: rumah kontrakan). Setelah meletakkan, dia bergegas meninggalkan sepedanya tanpa ada satu atau dua patahpun. Sebenarnya tidak harus menitip, selain tempatnya memang seperti jalan bebas dia juga bisa memantau sendiri sepedanya, karena posisi bekerja dengan sepedanya berdekatan.

Tidak tampak aneh, sekilas biasa saja. Pengalaman hidup saya di kampung yang membuatnya aneh. Saya melihat tidak seorang tetanggapun, yang pura-pura sekedar melihat atau menyapa tuan rumah yang sedang memperbaiki rumahnya. Semuanya seperti sedang tertidur sangat lelap sekali. Sedangkan di kampung, mendengar satu ketukan palu saja sudah banyak orang yang merapat ingin membantu, meski tidak bisa saya jelaskan radiusnya, yang jelas sangat jauh, meski sampai ke pojok kampung. Di sini, berjarak satu tembok saja sudah tak ada yang membantu. Perbedaan yang signifikan. Yaaa!!! Lain kota lain juga kampung.

Terbersit dalam benakku. Bukannya di antara orang-orang ini adalah orang yang biasa ke kampung memenuhi tugasnya mengajar tentang bagaimana bergotong royong. Tapi kenapa orang ini kalah dengan pintu pagarnya. Lantas, pelajaran PMP/PKn yang selama ini diajarkan siapa yang disuruh menerapkan. Ini yang barangkali disebut dengan mengajarkan dan tidak harus dikerjakan sendiri.

Kalau diperkotaan hal semacam itu harus terjadi, cukuplah itu terjadi di kota saja. Jangan biarkan kampung kita yang notabene masih kental dengan budaya gotong royong terkontaminasi dengan pola dan model kehidupan orang kota ini. Meski secara ekonomi orang kampung dituntut lebih banyak bekerja di luar, tapi jangan surutkan semangat gotong royong dalam bertetangga. Kita sadari bahwa kita adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup tanpa orang lain.

Selamatkan kampung dari hedonisme.

Wallahu a'lam...

Senin, 02 April 2018

Manusia Kelas Dua yang Malang

Manusia Kelas Dua yang Malang

Ada percakapan seperti ini. "Haji... itu famili kamu ya?" Tanya seseorang kepada temannya. "Tidak! Dia bukan famili saya, karena saya masih belum kaya," jawabnya. Dari percakapan itu, saya hanya sedikit menyimpulkan, ada indikasi munculnya kelas sosial dalam kehidupan ini. Kelas satu yang diwakili manusia dengan keberlimpahan harta dan; kelas dua yang diwakili oleh manusia minim harta. Ketimpangan harta ini yang seringkali dijadikan alasan untuk saling menjauh satu sama lain.

Sebagian orang masih menganggap bahwa kekayaan sebagai penghalang untuk membangun silaturrahim dan memutuskan tali persaudaraan. Sedemikian ganaskah materi terhadap kehidupan sosial? Jawabannya, mungkin iya. Hal itu bukan tanpa alasan. Sebab, jika orang miskin silaturrahim pada orang kaya, sering muncul anggapan bahwa si miskin datang untuk meminta. Bahkan, datang ingin membantu sekalipun seperti orang yang ingin mencari muka. Si miskin yang serba salah.

Di sisi yang berbeda ada sebagian orang bekerja keras untuk mendapatkan pengakuan dari banyak orang. Menyisir orang miskin dari kampung ke kampung, membantu orang yang tidak mampu berobat. Berusaha membangun silaturrahim dengan banyak orang tanpa batas dan status sosial. Tetapi, tetap saja si miskin sebagai objek (sasaran)--terlepas adanya pemberdayaan atau tidak. Perlakuan itu tetap melahirkan anggapan sebelah mata bagi kaum papa ini.

Apa yang salah dengan orang miskin dan apa yang benar dengan orang kaya? Kaya dan miskin tidak pernah menggeser eksistensi sebagai manusia yang diciptakan oleh Tuhan sebagai penghuni dan penjaga bumi. Harta hanya masalah beban amanah yang lebih besar untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk melestarikan spesies yang bernama manusia. Bukan malah mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan karena keberlimpahan harta. Kesempatan lebih banyak untuk mengabdi lebih banyak kepada umat manusia harusnya tidak disia-siakan.

Perbedaan status sosial hanya sebagai wasilah dari Tuhan untuk menjaga keberimbangan umat manusia. Bagi Tuhan, ukuran baik dan buruk manusia bukan secara dhahiriah, tetapi sampai pada kedalaman jiwa yang tak mampu diraba dan diterka oleh manusia. Jangan sampai harta titipan itu melupakan diri kita untuk tetap menjaga tali persaudaraan diantara kita.

Wallahu a'lam!

Pamekasan, 03 April 2017