Sabtu, 21 April 2018

Bagaimana Caranya Alquran Fiksi?

Bagaimana Caranya Alquran Fiksi?

Setiap logam jika dipanaskan akan memuai
Besi adalah logam
Maka besi jika dipanaskan akan memuai

Setiap kitab suci adalah sakral
Alquran adalah kitab suci
Maka alquran adalah sakral

Contoh di atas merupakan silogisme deduktif. Penalaran deduksi/deduktif didasarkan pada penarikan kesimpulan yang bertolak dari hal yang umum. Dalam karangan penerapan penalaran deduktif ini tampak pada pernyataan umum yang dituangkan dalam kalimat utama yang kemudian menuju pada beberapa kalimat penjelas.

Kalaupun dalam sebuah diskusi Rocky Gerung tidak mengatakan secara khusus kepada kitab suci tertentu, tetapi keumuman kitab suci telah memuat seluruh kitab suci apapun namanya. Bagaimana kalau pernyataan Rocky Gerung kita dekati dengan sebuah silogisme deduktif.
Kitab suci itu adalah fiksi
Alquran adalah kitab suci
Maka alquran adalah... (bisa anda lanjutkan sendiri)

Kalau masalah kitab suci, jelas alquran masuk di dalamnya. Tetapi yang masih debatable adalah fiksi versi Rocky Gerung dengan fiksi orang kebanyakan. Beda pendekatan akan berbeda muatan yang akan dilahirkan sebagai produk pemikiran. Orang kampung-seperti saya-akan melihatnya dalam perspektif penggunaan fiksi sebagai konotasi dari sebuah khayalan.

Kita bisa memahami bahwa kitab suci adalah fiksi versi Rocky Gerung sebagai "hasanah keilmuan" bagi para pemikir. Tetapi pernyataan itu telah mendobrak kebiasaan pemikiran masyarakat dalam memahami alquran sebagai wahyu. Wahyu yang menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah petunjuk dari Allah yang diturunkan hanya kepada para nabi dan rasul melalui mimpi dsb. Bukan produk khayalan seseorang.

Alquran sebagai fiksi versi Rocky Gerung memuat banyak realitas yang sudah menjadi nyata saat ini. Saat ini sudah banyak para ahli dengan penemuannya yang sangat relevan dengan isi kitab suci ini. Seperti:

Pilot dan Astronot Sesak Dada

Ketika beberapa orang Pilot ditanya bagaimana perasaan dia ketika terbang atau menambah ketinggiannya?
Mereka akan menjawab, kami merasakan semakin sesaknya dad setiap kali menambah ketinggian di udara sampai kami merasa tercekik karena tak mampu bernafas akibat semakin berkurangnya kadar oksigen.

Realita ini belum diketahui sebelumnya, orang menganggap bahwa udara tersedia sampai ke planet-planet dan bintang-bintang yang ada di langit. Pada zaman Nabi Muhammad belum ada pilot, akan tetapi coba perhatikan ayat Al-Quran berikut ini:
“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.” (Al-An’am 6 : 125).

Air Laut Tidak Saling Bercampur

“Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing.” (QS. Ar-Rahman:19-20)

Pada ayat di atas ditekankan bahwa dua badan air bertemu, tetapi tidak saling bercampur akibat adanya batas. Bagaimana ini dapat terjadi? Biasanya, bila air dari dua lautan bertemu, diduga airnya akan saling bercampur dengan suhu dan konsentrasi garam cenderung seimbang. Namun, kenyataan yang terjadi berbeda dengan yang diperkirakan. Misalnya, meskipun Laut Tengah dan Samudra Atlantik, serta Laut Merah dan Samudra Hindia secara fisik saling bertemu, airnya tidak saling bercampur. Ini karena di antara keduanya terdapat batas. Di Selat Gibraltar lebih terlihat lagi. Antara air di Selat Gibraltar dengan Laut Mediteran terdapat perbedaan warna yang jelas yang menjadi batas antara keduanya.

Itu buktinya, kalau kitab suci adalah sebuah fiksi versi Rocky Gerung. Oh, fiksi!

Pamekasan, 12 April 2018

0 komentar:

Posting Komentar