Sabtu, 21 April 2018

Sila ke-2 (Dua)

Sila ke-2 (Dua)
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Kemanusiaan berasal dari kata dasar "manusia" dengan imbuhan-berawalan 'ke' dan berakhiran 'an'. Manusia sebagai kata benda mengalami afiksasi, sehingga kata manusia berubah makna secara gramatikal dari bentuk dasarnya. Dalam hal ini, kata 'manusia' yang terikat oleh morfem afiks--yang dimaksud adalah konfiks--berfungsi membentuk kata benda abstrak, kata sifat, dan kata kerja pasif. Konfiks ini bermakna 'hal tentang'. Kemanusiaan dapat dipahami sebagai hal yang berkaitan tentang diri manusia.

Manusia merupakan makhluk hidup yang diciptakan paling sempurna oleh Tuhan semesta alam. Manusia dianugerahi otak dan hati, agar dalam setiap bertindak bisa menggunakan akal dan pikiran. Satu-satunya spesies ciptaan Tuhan yang dibekali dengan akal dan pikiran hanya manusia, sebagai pembeda dari makhluk lainnya. Kesempurnaan itu yang mengantarkan manusia mendapatkan kepercayaan sebagai penjaga bumi. Bahkan, diciptakannya alam semesta ini disebabkan kemuliaan salah satu makhluk Tuhan dari bangsa manusia.

Dalam konteks sesama manusia, tentunya harus mampu melestarikan spesies diri ini agar tidak terancam punah. Saling menjaga satu sama lain, tidak mudah terpicu dan dikompori oleh pihak-pihak yang sengaja ingin menghancurkan manusia dengan cara meretakkan hubungan diantara sesama manusia, sehingga melahirkan konflik yang berkepanjangan. Korbannya adalah manusia.

Kepunahan bisa disebabkan banyak faktor, diantaranya disebabkan karena peperangan atau bencana alam. Peperangan bisa dipicu oleh sebuah konflik kepentingan yang tidak kunjung selesai, baik kepentingan perseorangan atau kepentingan kelompok; peperangan tidak jauh dari kelaparan yang secara perlahan membunuh manusia. Maka kemudian kejahatan perang disebut dengan kejahatan kemanusiaan, karena yang menjadi korban adalah manusia. Sedangkan bencana alam murni terjadi secara alamiah yang berhubungan langsung dengan keinginan Tuhan.

Maka, sesuai dengan sila kedua penting bagi manusia untuk bersikap adil kepada sesamanya. Tidak membeda-bedakan antara yang satu dengan lain, baik yang miskin ataupun yang kaya, baik yang buruh atau pejabat, baik yang melarat atau yang konglomerat. Semuanya harus mendapatkan perlakuan yang sama, mendapat kesempatan yang sama dalam hal pendidikan, kesehatan, ekonomi, hukum, politik dan lain-lain. Tidak tebang pilih, itulah keadilan. Bahwa kekayaan negara tidak hanya dinikmati oleh segelintir manusia, itu menjadi wajib hukumnya. Harus mendapatkan hak yang sama dalam keamanan dan kesejahteraan.

Tidak hanya adil, tetapi juga beradab. Cara-cara yang digunakan untuk menempuh jalan keadilan itu juga harus baik, agar nilai dari sebuah keadilan menjadi lebih manusiawi. Memosisikan manusia layaknya manusia, ada penghormatan dan penghargaan. Tidak ada status sosial yang lebih tinggi sebagai penyebab bedanya perlakuan. Kita sesama manusia, dari jenis yang sama, hanya beda kesempatan dan keberuntungan.

Bukankah Rasulullah SAW diutus ke muka bumi salah satunya untuk menyempurnakan akhlak manusia? Itu artinya, bahwa akhlak seyogyanya harus menjadi bagian dalam kehidupan kita sehari-hari. Perbedaan seharusnya tidak sampai memecah-belah persaudaraan, harus mampu kita bendung dengan ketinggian akhlak dan budi pekerti luhur yang telah ditanamkan oleh junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW.

Kalau bukan kepada beliau, lalu kita menauldani siapa lagi. Kami, warga NU yang insya-Allah mempunyai sanad keilmuan yang tidak putus melalui para ulama sampai kepada Rasulullah, semoga mampu menauldani sikap beliau, dan mengantarkan kami (warga NU) pada kebenaran Tuhan yang Maha Esa.

Wallahu a'lam!

Pamekasan, 22 April 2017

0 komentar:

Posting Komentar