This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Minggu, 31 Desember 2017

Ramah, Baik, dan Ta'dzim (RBT)

Ramah, Baik, dan Ta'dzim (RBT)

Ramah, baik, dan ta'dzim, merupakan sifat yang melekat pada diri manusia-meski tidak semua manusia mempunyai sifat demikian. Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), ramah berarti baik hati dan menarik budi bahasanya; manis tutur kata dan sikapnya; suka bergaul dan menyenangkan dalam pergaulan. Maka dengan demikian, tidak mungkin ada kambing tiba-tiba menjadi ramah. Kalau ada temannya bermain sesama kambing, ia bertutur kata dengan baik, sehingga menyenangkan bagi kambing lainnya.

Baik, lebih bersifat universal. Orang yang baik tentu dia akan menjadi orang yang ramah, tetapi orang ramah belum tentu dia baik. Sebab, instrumen kebaikan itu tidak hanya ramah, tetapi ada hal lain seperti bekerja (sepenuh hati) dan berbagi untuk orang lain (baca: rakyat), yang biasa disebut dengan 'Berbaur'. Dalam kebaikan, tentu ada sifat tertentu yang lebih dominan dalam pribadi seseorang, seperti sifat ramah itu sendiri.

Tentu, sifat baik itu juga identik dengan sifat manusia. Karena lagi, tidak mungkin ada sapi pada Hari Raya bagi-bagi daging kurbannya sendiri, atau karena ta'dzim dia datang pada seorang Kyai untuk disembelih. Atau saking ta'dzimnya pagi buta tanpa dibawa pemiliknya, ia pergi ke sawah untuk membajak sawah. Sungguh, sapi yang ta'dzim sekali.

Ta’dzim, dalam bahasa inggris dapat berarti “respect” yang mempunyai makna sopan-santun, menghormati dan mengagungkan orang yang lebih tua atau yang dituakan. W.J.S. Poerwadarminta mengatakan bahwa sikap ta’dzim adalah perbuatan atau prilaku yang mencerminkan kesopanan dan menghormati kepada orang lain terlebih kepada orang yang lebih tua darinya atau pada seorang kyai, guru dan orang yang dianggap dimulyakan.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sikap ta’dzim adalah suatu totalitas dari kegiatan ruhani (jiwa) yang di realisasikan dengan prilaku dengan wujud sopan-santun, menghormati orang lain dan mengagungkan guru.

RBT (Inggris: ring-back tone) atau nada sambung adalah suara yang diperdengarkan di jalur telepon oleh pihak penelepon setelah selesai melakukan pemanggilan dan sebelum panggilan dijawab oleh pihak yang dihubungi. Versi personal dari nada sambung disebut nada sambung pribadi. Nada sambung dapat berbeda-beda di setiap negara tergantung kebutuhan spesifikasi nada sambung di negara tersebut. (Wikipedia)

Sehingga, tidak usah kaget bila sedang menelepon, tiba-tiba di ujung sana ada suara Bang Rhoma Irama dengan "bujangannya", suara Mars PMII yang mendayu-dayu, atau bahkan shalawat yang dilantunkan dengan versi kosidah Ainada Ria. Sungguh menyenangkan sekali. Bahkan tidak sedikit orang, menelepon hanya dengan kepentingan ingin mendengarkan nada sambung ini. Nada sambung ini, membuat orang betah berlama-lama di ujung telepon meski lama tak diangkat.

RBT juga bermakna Ra Baddrut Tamam. Tokoh muda yang saat ini sedang naik daun; meramaikan kontestasi Pilkada Pamekasan, digandrungi banyak orang terutama kaum muda. Beliau dikenal sebagai sosok pemimpin muda yang ramah, baik, ta'dzim, cerdas dan murah senyum. Sudah banyak prestasi yang beliau dapatkan, mulai dari sebelum dan setelah menjabat sebagai DPRD Jatim. Beliau juga aktif sebagai sekretaris Gerakan Pemuda Ansor Jawa Timur.

Dan yang pasti, anda akan terpikat dan betah bila berlama-lama dekat beliau, terutama dengan senyumnya yang memukau yang tidak semua orang miliki. Sehingga, tidak berlebihan jika kita manaruh harapan besar kepada beliau untuk menjadi pemimpin di bumi gerbang salam ini. Dengan maksud untuk merubah keadaan Pamekasan menjadi lebih baik pada masa yang akan datang.

Wallahu a'lam!

Pamekasan, 28 Desember 2017

Tahun Baru Harusnya Lebih Baik

Tahun Baru Harusnya Lebih Baik

Tidak benar, jika upacara tahunan yang hampir menyerupai setan itu adalah warisan. Sebab, tempo dulu tidak banyak orang yang cukup mampu untuk membeli sepeda motor untuk dijadikan sebagai media konvoi seperti saat ini. Kalau pun ada jumlahnya sangat terbatas, itu pun hanya orang-orang elit kelas menengah ke atas. Sedang orang kampung hanya menjadi pemerhati dari jarak jauh. Bagi orang kampung, jangankan sampai memiliki, berpikir untuk memiliki saja tidak terbersit.

Seperti yang disampaikan oleh Soe Hok Gie, "Cepat atau lambat, suka atau tidak suka, perubahan hanya soal waktu," dan dilanjutkan oleh seorang penyair Chairil Anwar, "Karena zaman tidak bisa dilawan". Betul saja, yang semula kendaraan sepeda motor hanya dimiliki sebagian orang, kini sudah hampir dimiliki oleh semua orang; yang dulu hanya ada di perkotaan, di kampung pun sudah hampir setiap rumah ada. Tidak hanya yang tua, bahkan yang muda sekali pun.

Iya, perubahan hanya soal waktu, karena zaman tidak bisa dilawan. Mau apa lagi. Mungkin karena aneka ragam produksi kendaraan sepeda motor yang sangat banyak dengan harga yang relatif murah yang menyebabkan semua kalangan bisa memiliki.

Persoalannya bukan terletak kepada berapa jumlah pengguna kendaraan sepeda motor. Tetapi lebih kepada kecenderungan yang ditimbulkan bagi orang-orang yang belum siap memanfaatkannya dengan baik dan benar. Semisal menjelang tahun baru. Banyak catatan yang perlu dievaluasi atas kecenderungan para pemuda dalam berkendara. Mereka berjalan bersama beriringan dan menyisakan sedikit jalan bagi pengendara yang lain. Sangat mengganggu sekali.

Sebenarnya, dalam konteks tahun baru dengan aneka ragam pernak-perniknya, generasi saat inilah yang memulai. Tidak ada budaya yang sama sekali diturunkan oleh para orang tua. Mereka berinisiatif merayakan tahun baru dengan cara-cara yang menurut mereka menyenangkan. Dengan aneka ragam asesoris yang dikenakan, mulai dari riasan wajah yang tidak kalah seram dibandingkan setan, pakaian yang pantas untuk orang yang sudah meninggal; warna rambut yang tidak kalah macam dengan cat tembok, dan menyorong seperti bulu ayam mau tarung; wajah yang mirip vampir, dan lain sebagainya.

Dan dapat dipastikan, jika tidak segera diantisipasi budaya semacam ini akan menjadi budaya yang akan diwariskan secara turun-temurun. Semua elemen bisa mencegahnya, baik itu kepolisian, tokoh masyarakat dan lain-lain. Sebab, hal semacam ini lambat atau cepat akan merusak generasi bangsa.

Bisa dibayangkan, jika anak gadis harus pulang lebih dari jam 00.00 WIB. dan tidak sendirian pula, dia bersama teman laki-lakinya.

Yang paling jelas dari sekian banyak yang akan disampaikan, perlu disampaikan bahwa merayakan tahun baru dengan konvoi itu tidak baik dan tidak ada manfaatnya.

Wallahu a'lam!

Proppo, 01 Januari 2017

Selasa, 26 Desember 2017

Jeremy Teti Keranjingan LGBT

Jeremy Teti Keranjingan LGBT

Sampai sekarang saya masih muak bila mengingat pernyataan, Jeremy Teti yang mengatakan, untuk melanjutkan keturunan bagi kaum LGBT dengan meminjam rahim. Pernyataan itu tidak hanya melabrak hukum sosial, tetapi melabrak hukum positif dan hukum agama sekaligus. Bagaimana mungkin orang yang tidak suka perempuan, mau menitipkan sperma di rahim perempuan; bagaimana caranya. Kacamata yang digunakan sepertinya memang untuk kaum gay, karena mungkin yang bersangkutan sempat memikirkan tentang dirinya dan mewakili kaumnya. Sedangkan untuk lesbian tidak sempat ia pikirkan bagaimana cara mendapatkan keturunan. Asu dahlah!
 
Sungguh menjijikkan. Secara universal, kita (baca: bangsa Indonesia) mengakui bahwa lesbian, gay, biseksual, transgender (LGBT) ada sesuatu yang menjijikkan. Bagaimana tidak, kalau pentungan harus dipertemukan dengan sama pentungannya. Hewan saja tahu mana kawan dan mana lawan. Ayam misalnya, belum pernah melihat berhubungan sesama jenis, termasuk hewan yang sulit dibedakan jenis kelaminnya sekalipun seperti love bird. Nah, manusia yang punya akal malah tidak bisa bedakan mana pasangannya dan yang bukan.

Menjikkan tetap saja menjijikkan. Jijik adalah sifat dasar dari manusia pada saat menemukan sesuatu yang tidak disukai: baik ia tidak disukai karena berseberangan dengan norma-norma, atau memang jenisnya yang menjijikkan. Dalam kaidah fikih, haram hukumnya bagi orang yang memakan sesuatu yang menjijikkan, meskipun bagi orang yang merasa tidak jijik kepada sesuatu yang menjijikkan itu sekalipun. Hal itu tidak akan merubah sifat dasar dari sesuatu yang jijik itu.

Kalaupun ada sebagian orang mampu merubah persepsi tentang LGBT bahwa hal itu bukan sesuatu yang menjijikkan, maka hal itu tidak berarti merubah sifat dasar kejijikannya. Jadi, kalau hanya bagi sebagian orang yang dianggap tidak menjijikkan, dan akan membuat semua orang muntah (kecuali bagi LGBT), maka LGBT ini wajib hukumnya dimusnahkan dari muka bumi, sebelum kita semua yang musnah secara alamiah. Musnah karena tidak ada hubungan biologis yang akan melahirkan keturunan, atau musnah karena Tuhan merasa tidak dihargai sebagai penciptanya.

Tidak hanya menjijikkan secara sosial, LGBT juga melahirkan dampak yang tidak baik bagi kesehatan. Menurut, Prof. DR. Abdul Hamid Al-Qudah, bahwa bahaya yang ditimbulkan dari LGBT bagi kesehatan adalah terjangkitnya penyakit kelamin menular; dan itu terjadi pada 78% pelaku homo. 

Kemudian dari penelitian yang dilakukan Cancer Research di Inggris, mendapatkan sebuah hasil bahwa homoseksual lebih rentan terkena kanker. Dan hasil akhir penelitian bahwa gay dapat dua kali lebih tinggi terkena resiko kanker apabila dibandingkan pria heteroseksual (normal). Terdapat beberapa jenis kanker yang rentan akan dialami oleh para pelaku LGBT. Seperti: kanker anal (dubur), kanker mulut, meningitis (radang selaput otak), HIV/AIDS, hepatitis, dan infeksi Chlamydia. Bagi lesbian, Wanita lesbian punya masalah kemampuan ketahanan tubuh yang lebih lemah untuk menghadapi kanker.

Dampak lainnya yang akan terjadi pada LGBT adalah dampak sosial, dampak pendidikan, dampak keamanan, dan pemusnahan. Daripada dimusnahkan, bukankah lebih baik kembali ke jalan yang benar. Menjalani hidup dengan normal, tidak membentur kelaziman kodrat, dan norma. Karena yang demikian itu pasti lebih nyaman dan damai. Dikucilkan manusia di dunia masih belum seberapa, daripada kelak dikucilkan Tuhan di akhirat.

Wallahu a'lam!

Pamekasan, 26 Desember 2017

Senin, 25 Desember 2017

IKA, NU dan Pengabdian

IKA, NU dan Pengabdian

Menyatukan keberagaman dalam bingkai kebersamaan; melebur dalam satu ideologi tanpa disekat oleh sebuah profesi yang satu dengan lainnya. Tidak berbicara tentang strata sosial, yang dapat memicu kelas sosial. Yang bukan saudara menjadi saudara; dan jika ada saudara menjadi orang lain, tidak berlaku di tempat ini. Semuanya sahabat tanpa pandang bulu.

Strukturisasi persahabatan dan persaudaraan ini sebagai upaya memperat yang renggang; mendekatkan yang jauh; mengingatkan yang terlupakan; menyambung yang terputus; dan memperkenalkan yang tidak tercatat. Minimal ini adalah kerja nyata awal yang sempat terelisasi dalam semangat kebersamaan itu. Selebihnya dipikirkan kembali untuk kegiatan lainnya.

Ikatan Keluarga Alumni PMII Cabang Pamekasan, atau yang sering disebut dengan IKA, ingin melompat lebih tinggi dan menjadi bagian yang tercatat dalam sejarah perubahan di Kabupaten Pamekasan. IKA tetap menjadi wadah yang steril dari segala bentuk kepentingan secara kelembagaan, tetapi tidak menutup ruang afiliasi personal dalam segala aspek kehidupan sosial, yang endingnya bermuara pada penguatan ideologis.

Kegiatan dialog yang digelar, sebagai penguat Sumber Daya Manusia, adalah langkah awal sebagai salah satu cerminan akan pentingnya nilai-nilai akademis dalam setiap merealisasikan kegiatan di masa yang akan datang. Menyimak sambutan sekretaris Pengurus Wilayah IKA PMII Jawa Timur, yang menjelaskan bahwa, IKA ke depan tidak boleh bergerak seperti model-model yang dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang hanya berkutat pada persoalan aksi dan audiensi.  Namun, juga harus bergerak menyesuaikan dan melihat kepentingan masyarakat. Lebih peka terhadap persoalan yang terjadi di tengah masyarakat.

Tidak kalah penting sambutan yang dilakukan oleh Pengurus Besar IKA PMII pusat, yang menjelaskan bahwa, akhir dari segala pengabdian di PMII dalam segala jenjang, adalah bagaimana akhirnya mampu membesarkan Nahdlatul Ulama (NU). Sebab kader yang sudah berproses di PMII sudah 60% menguasai ideologi Ahlussunnah waljamaah. IKA menjadi tidak penting jika hanya dijadikan tempat berkumpul saja, jika tidak diproyeksikan sebagai wadah yang akan melahirkan kader NU yang siap menjadi bagian untuk menjaga ahlussunnah waljamaah dan NKRI.

Wallahu a'lam!

Pamekasan, 26 Desember 2016

Minggu, 17 Desember 2017

Kacamata Hablun Minannas

Kacamata Hablun Minannas

Sebelum berangkat, saya mendapati kacamata model punya Bung Karno, di dapur. Kacamata berwarna agak kekuningan di bagian kacanya yang sudah beret dan gagangnya patah-tetapi patahannya masih menggelantung-sebelah itu saya coba. Seketika itu saya merasa lebih ganteng dengan pakai kacamata. Karena gagangnya sudah betul-betul patah, pikiran saya terbersit untuk membeli di pasar kalau nanti sudah sampai di tempat tujuan. Tujuan saya ke bengkel, karena ipar saya telpon kalau tutup timing bel yang rusak akibat kecelakaan istri saya itu sudah dapat.

Sesampainya di bengkel, saya letakkan sepeda motor saya, kemudian bergegas ke pasar tempat ipar saya jualan. Karena tadi punya niatan untuk membeli kacamata, saya pamit sama kakak ipar saya. Lalu keliling pasar untuk mencari penjual kacamata. Ternyata tidak sulit untuk mendapatkan penjual kacamata, saya mendekat untuk memastikan ada yang cocok atau tidak.

Setelah saya coba beberapa. Lalu saya mencoba mengakrabkan diri dengan sang penjual dengan bertanya, "Sampèan dàri kakdimmah?" (Anda dari mana?) Penjual itu menjawab dengan sangat ketus sekali, "Marah padhàddhih ghàlluh kacamatanah, marènah la atanyah!" (Mari jadikan dulu kacamatanya, habis ini pas tanya) maksudnya jadikan dulu traksaksi kacamata itu. Deng, deg deg deg, kepala seperti dipukul pakai galon dan hati berdegup kencang seperti orang yang sedang berpapasan dengan orang yang disukai. Saya merasa sangat malu sekali, seperti tidak dihargai sama orang itu.

Karena saya bersama ponaan. Dengan kesal saya bilang sama ponaan saya, "Dhulih kakèh nyarèh se kemmaah bhàih!" (Segera kamu cari yang mana saja) instruksi saya kepadanya. Dengan tanggap dia mengambil satu, "Nikah ghi?" (Ini ya?) Saya bilang, "Paca'en!" (Terserah!) Hingga beberapa kali dia menunjuk dan saya tetap bilang terserah. Hingga akhirnya dia menjatuhkan sebuah pilihan. Setelah kecamata didapatkan (yang cocoknya pada dia, bukan saya), saya bertanya, "Sanapah arghànah? (Berapa harganya?) Dia jawab, "Tiga puluh ribu". Ponaan saya langsung membayarnya dengan instruksi saya.

Setelah dibayar, tanpa pamit saya langsung pergi dari tempat itu. Dalam hati menggerutu, "sepertinya orang itu tidak akan bertahan lama berjualan". Ponaan yang tahu saya sedang kesal, dia cengar cengir. Akhirnya saya kembali ke toko kakak ipar saya, lalu saya bercerita tentang kejadian itu. Dia senyam senyum, lalu istrinya menyampaikan kalau dia itu masih famili jauhnya. Dan ternyata, orang itu sudah sepuluh kali nikah talak.

Untuk meringankan kemarahan saya, lalu saya cerita juga kepada istri saya. Dia pun bilang kalau orang itu memang sedikit kurang.

Kejadian ini semacam ujian bagi saya. Bagi orang yang sering bercerita panjang lebar tentang Hablun minannas (hubungan manusia dengan manusia, dalam sebuah kegiatan), saya sampaikan bahwa keberagaman karakter manusia adalah sebuah keniscayaan dan tidak perlu diseragamkan. Bahwa kemiskinan dan kekayaan; kebodohan dan kepandaian itu adalah cara Tuhan untuk menciptakan keseimbangan. Jika semuanya kaya, petani tidak ada, dan yang kaya makan apa; pun, jika semuanya bodoh, mau belajar sama siapa, dan siapa yang akan membuat kapal.

Bagi Tuhan yang menjadi standardisasi kabaikan itu bukan kekayaan atau kepandaian, tetapi ketakwaan. Dan ketakwaan itu sendiri tidak berbanding lurus dengan harta benda, dan mental seseorang. Tidak berarti orang kaya dianggap lebih baik sehingga lebih mudah masuk surga; pun, orang yang angkuh tidak membuat Tuhan takut untuk memasukkannnya ke dalam neraka. Meskipun begitu, kemarahan saya tidak kunjung reda dengan pemahaman itu.

Sehingga atas dasar itu kita harus menjaga keseimbangan dengan cara saling menghargai, termasuk menghargai dan memahami seseorang yang pemarah. Sebab, semua orang mempunyai latar belakang yang berbeda, sehingga melahirkan karakter yang berbeda pula. Kalau semuanya lemah lembut, tidak ada panglima perang. Kalau tidak harus penglima perang, setidaknya orang berkapasitas sebagai satpol PP. Agak garang begitu, biar orang nurut perintah.

Wallahu a'lam!

Pamekasan, 17 Desember 2017

Kamis, 14 Desember 2017

Pilkada butuh Representasi Masyarakat Utara

Pilkada butuh Representasi Masyarakat Utara

Kabupaten Pamekasan adalah sebuah kabupaten di Pulau Madura, Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kabupaten ini berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Selat Madura di selatan, Kabupaten Sampang di barat, dan Kabupaten Sumenep di timur. Luas kabupaten Pamekasan adalah 732,85 km2 dengan populasi total 818.662 jiwa, dengan kepadatan penduduk mencapai 1.117,09 jiwa/km2. Kabupaten Pamekasan terdiri atas 13 kecamatan, yang dibagi lagi atas 178 desa dan 11 kelurahan.

Berdasarkan penampakan yang bisa kita amati secara kasar melalui peta yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah kabupaten Pemekasan, nampak kita lihat bahwa titik tengah kabupaten Pamekasan diperkirakan ada di Desa Bulangan Haji kecamatan Pegantenan. Seandainya kabupaten Pamekasan dibelah menjadi dua bagian maka garis belah itu ada di sebelah selatan sedikit dari kecamatan Pegantenan. Jadi kecamatan Pegantenan ada di sebelah utara garis yang ditarik memanjang dari ujung timur ke barat.

Berdasarkan demografi, maka kecamatan di Kabupaten Pamekasan dapat dipetakan menjadi beberapa kecamatan ada di sebelah utara garis tengah dan di sebelah selatan garis tengah. Beberapa kecamatan yang berada di utara garis tengah adalah: kecamatan Pegantenan, Pakong, Waru, Batu Marmar, dan Pasean. Sedangkan yang ada di sebelah selatan garis tengah adalah: kecamatan Tlanakan, Pamekasan, Proppo, Pademawu, Galis, Larangan, Kadur, dan Palengaan.

Namun apabila diukur dari pendopo kabupaten Pamekasan sebagai pusat pemerintahan, akan dijumpai bahwa garis tengah pun lumayan jauh dari pusat pemerintahan, apalagi yang berada di utara garis tengah. Dan apabila pendopo sebagai pusat administrasi daerah kita asumsikan sebagai titik tengah maka akan ditemukan ketidak seimbangan yang luar biasa, karena kecamatan yang ada di sebelah selatan pemerintahan daerah hanya satu, yakni kecamatan Tlanakan. Selebihnya, mayoritas ada di utara pemerintahan daerah.

Maka atas dasar itu, penting sekali bagi para tokoh yang kompeten dan mempunyai kebijakan, untuk mempertimbangkan keterwakilan masyarakat bagian utara dalam bursa Pilkada kabupaten Pamekasan. Hal itu dimaksudkan, untuk memperkecil kesenjangan pembangunan infrastruktur, sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya alam (SDA) antara utara dan selatan. Karena bagaimana pun dengan adanya keterwakilan masyarakat bagian utara dalam puncak pimpinan dalam pemerintahan, pasti daerah utara akan lebih diperhatikan. Sebab, ia akan berpikir bagaimana daerah tempat kelahirannya tidak jauh tertinggal dengan daerah lain.

Dalam banyak hal, baik dalam sektor pendidikan, ekonomi, infrastruktur, dan lainnya, daerah utara masih jauh tertinggal. Kalau mungkin, maka penting masyarakat bagian utara untuk memperjuangkan bagaimana ada keterwakilan di puncak pimpinan dengan pertimbangan populasi masyarakat dan luasnya wilayah bagian utara. Dalam pada ini, para tokoh bagian utara yang tahu. Entah, bagaimana caranya.

Jika pada kesempatan kontestasi hari ini masyarakat utara tidak dapat kesempatan, maka hal ini harus diperjuangkan untuk masa yang akan datang. Dan jika untuk saat ini mendapatkan kesempatan, maka sepantasnya hal itu untuk tidak disia-siakan. Karena rasanya sulit sekali orang lain memikirkan nasib anda, jika bukan anda sendiri yang memperjuangkan. Pantura tidak kekurangan tokoh, hanya mungkin kesempatan yang belum ada. Demi kemajuan masyarakat utara, semoga Tuhan memberikan jalan.

Wallahu a'lam!

Pamekasan, 14 Desember 2017

Senin, 11 Desember 2017

Sumenep; Insiden itu Pasti Ada

Sumenep; Insiden itu Pasti Ada

Beberapa saat setelah maghrib, tiba-tiba hand phone (HP) saya berbunyi. Saya melihat ada nomor baru yang masuk. Setelah saya angkat, ternyata ada suara istri saya di ujung sana dan sepertinya dia sedang panik, dan menyampaikan bahwa dia kecelakaan. Dia meminta saya untuk segera menyusulnya ke tempat kejadian perkara (TKP). Iya, dia baru saja mengantar ponaannya kembali pondok, di Panyeppen sana.

Saya bergegas ke tetangga mencari pinjaman sepeda motor dengan sendi tangan dan kaki gemetar lunglai. Untung, ada yang siap mengantar setelah saya beri sedikit pengantar. Sesampainya di TKP, kerumunan orang berada di antara istri dan sepeda motor saya. Pertama, saya lihat istri saya, setelah saya pastikan tidak ada cidera yang berarti, berikut saya periksa sepeda.

Setelah dapat dipastikan semuanya baik-baik saja-dalam pemeriksaan kasar-istri saya dibawa pulang. Menyusul saya yang membawa sepeda di belakangnya. Sekelebat sepeda di depan sudah hilang, dan dalam jarak kurang lebih 200 M (dua ratus meter) dari TKP, tiba-tiba sepeda mati. Terpaksa numpang berteduh dan shalat di rumah terdekat, setelah itu telpon untuk dijemput.

Pemeriksaan lebih lanjut dilakukan. Ternyata tutup sabuk (rantai pada sepeda nonmetik) bolong dibagian belakang. Akhirnya, terpaksa harus ditarik dengan kendaraan yang lain sampai di rumah. Sampai di rumah saya lihat istriku sedang menikmati luka-lukanya. Selesai!

***
Dalam kasus ini ada dua hal yang ingin saya perbincangkan. Pertama, tentang salah satu komponen sepeda motor yang rusak dan perlu diperbaiki; kedua, salah satu organ tubuh istri saya yang terluka dan butuh dirawat. Keduanya perlu dirawat dan diperbaiki, karena masih lebih banyak yang baik daripada yang rusak. Namanya sebuah insiden, terjadi begitu saja dan tidak ada yang mau.

Pun kejadian di Sumenep. Dalam konteks kabupaten Sumenep dengan seluruh komponen yang ada di dalamnya, kalau dalam kondisi tertentu ada salah satu komponen yang rusak akibat sebuah insiden, maka hal itu menjadi tugas bersama untuk memperbaikinya. Jangan semua berlari sambil mencaci-maki, tetapi harus ada yang mendekat sambil memperbaiki. Sebab, apabila hal itu semakin ditinggalkan, maka kerusakan akan menyebar kepada komponen yang lain.

Daripada mengutuk kegelapan, lebih baik menyalakan lilin bagaimanapun redupnya. Sembuhkan luka itu oleh seluruh komponen yang masih merasa waras; seluruh tokoh berkenan untuk bersatupadu untuk memperbaiki guna mencegah keburukan lebih lanjut. Saya masih yakin bahwa Sumenep itu masih lebih banyak yang utuh daripada yang luka.

Wallahu a'lam!

Sampang, 10 Desember 2017

Minggu, 10 Desember 2017

Rejeki, Dicari dan Diberi

Rejeki, Dicari dan Diberi

Kalau kita mau menggunakan nalar secara manusiawi, dari mana dasarnya orang yang berjualan keliling itu bisa laku bila berjualan dekat pasar dengan harga yang lebih mahal. Manusia ya tetap manusia, yang tidak mempunyai kuasa untuk memberikan rejeki kepada manusia lainnya. Mereka hanya diberi kuasa sebagai media untuk mengalirkan rejeki dari Tuhan. Tuhan sang pemberi rejeki itu tidak pernah melihat tempat, Dia memberi rejeki kepada manusia yang mau ikhtiar.

Agar tercipta keberimbangan dalam menjalani kehidupan ini, Tuhan mendistribusikan rejeki dengan kuantitas yang berbeda sesuai dengan potensi dan kompetensi yang dianugerahkan oleh Tuhan itu sendiri. Tetapi tidak berarti Tuhan tidak memberikan rejeki bagi orang yang tidak bekerja. Kelebihan lain bisa Tuhan berikan dalam bentuk yang berbeda.

Rejeki Tuhan bisa berupa apa saja, dan tidak selamanya berupa materi. Bahkan sebelum materi, ada rejeki yang Tuhan berikan sebagai bekal untuk mendapatkan rejeki lainnya. Kesehatan dan kesempatan sebagai cikal bakal untuk mencari dan mendapatkan rejeki itu bagian dari rejeki yang maha besar, karena itu yang mendatangkan rejeki lain. Bahkan dalam keadaan kita sedang berpikir tidak mempunyai apapun, pada saat itu sebenarnya berada dalam keadaan mempunyai rejeki. Karena berpikir itu adalah anugerah dari Tuhan.

Lantas, adakah manusia di muka bumi ini yang tidak ketiban rejeki? Tentu, tidak ada. Selama kita masih hidup berarti Tuhan juga menurunkan rejekinya bagi kita. Kita tinggal melihat ujung rambut sampai ujung kaki; pikirkan juga tentang organ tubuh dan fungsinya. Maka nikmat yang mana lagi yang kamu dustakan. Tidak ada alasan untuk tidak bersyukur, karena dengan bersyukur nikmat Tuhan akan bertambah. Tidak berarti materi tetapi nikmat. Sebab, tidak selamanya materi membawa kenikmatan.

Sebaiknya seperti apa memosisikan rejeki yang kita miliki. Konsep keberimbangan harus menjadi dasar bagi kita untuk berbuat baik. Tuhan memberikan keterbatasan bagi yang satu dan memberikan keberlimpahan bagi yang lainnya. Tuhan juga memberikan kesempatan bagi yang satu dan kesempitan bagi lainnya. Itu artinya, kita berupaya memosisikan diri mengisi kekurangan orang lain dengan kelebihan yang kita miliki. Begitu pun kesempitan yang terjadi pada diri kita dijadikan sebagai manfaat bagi kesempatan orang lain. Dalam artian bagi-bagi rejeki dan pekerjaan.

Hakekatnya materi yang kita punya sebagai media untuk mempererat dan memperkuat hubungan sosial di antara kita. Bukan malah menambah kesenjangan sosial dengan cara membangun jarak yang jauh dengan manusia lainnya.

Penguasa, penguasa, berilah hambamu uang, beri hamba uang.

Sampang, 10 Desember 2016

Jumat, 08 Desember 2017

Memang Tidak harus Sama

Memang Tidak harus Sama

Ketika hendak tidur, ada beberapa nyamuk yang dengan sengaja mengerumuni telinga. Dengan bunyinya yang serupa saronen (Madura; alat musik seperti seruling yang ditiup dari depan) sangat mengganggu gendang telinga, meski tidak sampai memecahkan gendang telinga. Tidak hanya berbunyi, kalau ada kesempatan, ia mencuri pandang cari perhatian, kemudian menggigit seenak udelnya. Terlalu! Kalau penghuninya tertidur, ia menimba darah dan mengganti dengan zat yang membuat alergi. Jadilah kita bentol dan gatal.

Sebagai manusia yang dianugerahi kesabaran yang minim, tangan pun mulai mengibas dengan pola yang tidak beraturan. Sepertinya, di antara sebagian nyamuk ada yang kena tempeleng, ia pun terbang menjulang semampunya. Hampir menyusul langit-langit rumah. Maklum, sebatas itulah kemampuannya, karena ia dianugerahi sampai di situ kemampuan terbangnya, disesuaikan dengan posturnya barangkali. Kalau terlalu tinggi kemungkinan takut dibawa angin atas yang mengakibatkan tidak tahu jalang pulang. Kasihan sekali!

Tentu, tidak sama seperti Super Man, Iron Man, dan Man Man yang lain. Mereka (manusia super) mempunyai tingkat kemampuan yang tinggi dalam urusan terbang, dan bahkan jam terbangnya sudah cukup tinggi untuk mencegah kejahatan. Apalah arti seekor nyamuk. Hanya bisa terbang di area bebas puting beliung. Sejak kapan si beliung punya puting. Ah, entahlah. Tanya saja pada rumput yang bergoyang.

Saya akhirnya kurang paham, apakah keberagaman kemampuan itu berlaku bagi satu spesies. Semisal manusia dengan manusia lainnya; kambing dengan kambing lainnya; merpati dengan merpati lainnya. Oh, tidak. Waktu saya di lapangan lomba merpati ternyata ada pemenangnya. Itu artinya, yang satu dengan lainnya mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda. Kalau tidak, pasti tidak ada pemenangnya.

Kalau begitu, ini juga berlaku bagi manusia. Ada manusia yang dianugerahi kemampuan yang luar biasa. Meski kemampuan yang satu dengan lainnya berbeda-beda. Ada yang pandai bernyanyi, pandai ilmu politik, pandai ilmu agama, pandai ilmu budaya dan pendidikan; dan bahkan ada yang tidak diberi kepandaian apapun oleh Tuhan. Nah, bagi yang sama-sama diberi kepandaian ini, bagaimana untuk menentukan kemenangannya.

Bagi yang pandai berpolitik, mungkin kemenangannya terletak bila dia terpilih sebagai pemimpin. Selain itu, pendapatan kursi di parlemen lebih banyak dari yang lainnya. Terus, kemenangan orang yang pandai ilmu agamanya itu kemenangannya di mana? Saya tidak yakin, bahwa kemenangan dalam beragama itu adalah lahirnya perpecahan; saling caci maki di atas perbedaan. Pengalaman hidup dan kemampuan manusia tidak sama, nikmati saja perbedaan. Kalau harus semua disamakan sesuai dengan keinginan kita, itu sesungguhnya keluar dari sunnatullah.

Dalam ilmu psikologi dijelaskan, bahwa manusia itu makhluk yang unik. Keberagamannya tidak harus diseragamkan. Keseragaman akan menimbulkan stagnasi dalam kehidupan. Tidak ada yang saling membutuhkan antara yang satu dengan yang lain.

Wallahu a'lam.

Sampang, 09 Desember 2016