Senin, 11 Desember 2017

Sumenep; Insiden itu Pasti Ada

Sumenep; Insiden itu Pasti Ada

Beberapa saat setelah maghrib, tiba-tiba hand phone (HP) saya berbunyi. Saya melihat ada nomor baru yang masuk. Setelah saya angkat, ternyata ada suara istri saya di ujung sana dan sepertinya dia sedang panik, dan menyampaikan bahwa dia kecelakaan. Dia meminta saya untuk segera menyusulnya ke tempat kejadian perkara (TKP). Iya, dia baru saja mengantar ponaannya kembali pondok, di Panyeppen sana.

Saya bergegas ke tetangga mencari pinjaman sepeda motor dengan sendi tangan dan kaki gemetar lunglai. Untung, ada yang siap mengantar setelah saya beri sedikit pengantar. Sesampainya di TKP, kerumunan orang berada di antara istri dan sepeda motor saya. Pertama, saya lihat istri saya, setelah saya pastikan tidak ada cidera yang berarti, berikut saya periksa sepeda.

Setelah dapat dipastikan semuanya baik-baik saja-dalam pemeriksaan kasar-istri saya dibawa pulang. Menyusul saya yang membawa sepeda di belakangnya. Sekelebat sepeda di depan sudah hilang, dan dalam jarak kurang lebih 200 M (dua ratus meter) dari TKP, tiba-tiba sepeda mati. Terpaksa numpang berteduh dan shalat di rumah terdekat, setelah itu telpon untuk dijemput.

Pemeriksaan lebih lanjut dilakukan. Ternyata tutup sabuk (rantai pada sepeda nonmetik) bolong dibagian belakang. Akhirnya, terpaksa harus ditarik dengan kendaraan yang lain sampai di rumah. Sampai di rumah saya lihat istriku sedang menikmati luka-lukanya. Selesai!

***
Dalam kasus ini ada dua hal yang ingin saya perbincangkan. Pertama, tentang salah satu komponen sepeda motor yang rusak dan perlu diperbaiki; kedua, salah satu organ tubuh istri saya yang terluka dan butuh dirawat. Keduanya perlu dirawat dan diperbaiki, karena masih lebih banyak yang baik daripada yang rusak. Namanya sebuah insiden, terjadi begitu saja dan tidak ada yang mau.

Pun kejadian di Sumenep. Dalam konteks kabupaten Sumenep dengan seluruh komponen yang ada di dalamnya, kalau dalam kondisi tertentu ada salah satu komponen yang rusak akibat sebuah insiden, maka hal itu menjadi tugas bersama untuk memperbaikinya. Jangan semua berlari sambil mencaci-maki, tetapi harus ada yang mendekat sambil memperbaiki. Sebab, apabila hal itu semakin ditinggalkan, maka kerusakan akan menyebar kepada komponen yang lain.

Daripada mengutuk kegelapan, lebih baik menyalakan lilin bagaimanapun redupnya. Sembuhkan luka itu oleh seluruh komponen yang masih merasa waras; seluruh tokoh berkenan untuk bersatupadu untuk memperbaiki guna mencegah keburukan lebih lanjut. Saya masih yakin bahwa Sumenep itu masih lebih banyak yang utuh daripada yang luka.

Wallahu a'lam!

Sampang, 10 Desember 2017

0 komentar:

Posting Komentar