Minggu, 10 Desember 2017

Rejeki, Dicari dan Diberi

Rejeki, Dicari dan Diberi

Kalau kita mau menggunakan nalar secara manusiawi, dari mana dasarnya orang yang berjualan keliling itu bisa laku bila berjualan dekat pasar dengan harga yang lebih mahal. Manusia ya tetap manusia, yang tidak mempunyai kuasa untuk memberikan rejeki kepada manusia lainnya. Mereka hanya diberi kuasa sebagai media untuk mengalirkan rejeki dari Tuhan. Tuhan sang pemberi rejeki itu tidak pernah melihat tempat, Dia memberi rejeki kepada manusia yang mau ikhtiar.

Agar tercipta keberimbangan dalam menjalani kehidupan ini, Tuhan mendistribusikan rejeki dengan kuantitas yang berbeda sesuai dengan potensi dan kompetensi yang dianugerahkan oleh Tuhan itu sendiri. Tetapi tidak berarti Tuhan tidak memberikan rejeki bagi orang yang tidak bekerja. Kelebihan lain bisa Tuhan berikan dalam bentuk yang berbeda.

Rejeki Tuhan bisa berupa apa saja, dan tidak selamanya berupa materi. Bahkan sebelum materi, ada rejeki yang Tuhan berikan sebagai bekal untuk mendapatkan rejeki lainnya. Kesehatan dan kesempatan sebagai cikal bakal untuk mencari dan mendapatkan rejeki itu bagian dari rejeki yang maha besar, karena itu yang mendatangkan rejeki lain. Bahkan dalam keadaan kita sedang berpikir tidak mempunyai apapun, pada saat itu sebenarnya berada dalam keadaan mempunyai rejeki. Karena berpikir itu adalah anugerah dari Tuhan.

Lantas, adakah manusia di muka bumi ini yang tidak ketiban rejeki? Tentu, tidak ada. Selama kita masih hidup berarti Tuhan juga menurunkan rejekinya bagi kita. Kita tinggal melihat ujung rambut sampai ujung kaki; pikirkan juga tentang organ tubuh dan fungsinya. Maka nikmat yang mana lagi yang kamu dustakan. Tidak ada alasan untuk tidak bersyukur, karena dengan bersyukur nikmat Tuhan akan bertambah. Tidak berarti materi tetapi nikmat. Sebab, tidak selamanya materi membawa kenikmatan.

Sebaiknya seperti apa memosisikan rejeki yang kita miliki. Konsep keberimbangan harus menjadi dasar bagi kita untuk berbuat baik. Tuhan memberikan keterbatasan bagi yang satu dan memberikan keberlimpahan bagi yang lainnya. Tuhan juga memberikan kesempatan bagi yang satu dan kesempitan bagi lainnya. Itu artinya, kita berupaya memosisikan diri mengisi kekurangan orang lain dengan kelebihan yang kita miliki. Begitu pun kesempitan yang terjadi pada diri kita dijadikan sebagai manfaat bagi kesempatan orang lain. Dalam artian bagi-bagi rejeki dan pekerjaan.

Hakekatnya materi yang kita punya sebagai media untuk mempererat dan memperkuat hubungan sosial di antara kita. Bukan malah menambah kesenjangan sosial dengan cara membangun jarak yang jauh dengan manusia lainnya.

Penguasa, penguasa, berilah hambamu uang, beri hamba uang.

Sampang, 10 Desember 2016

0 komentar:

Posting Komentar