Jumat, 08 Desember 2017

Memang Tidak harus Sama

Memang Tidak harus Sama

Ketika hendak tidur, ada beberapa nyamuk yang dengan sengaja mengerumuni telinga. Dengan bunyinya yang serupa saronen (Madura; alat musik seperti seruling yang ditiup dari depan) sangat mengganggu gendang telinga, meski tidak sampai memecahkan gendang telinga. Tidak hanya berbunyi, kalau ada kesempatan, ia mencuri pandang cari perhatian, kemudian menggigit seenak udelnya. Terlalu! Kalau penghuninya tertidur, ia menimba darah dan mengganti dengan zat yang membuat alergi. Jadilah kita bentol dan gatal.

Sebagai manusia yang dianugerahi kesabaran yang minim, tangan pun mulai mengibas dengan pola yang tidak beraturan. Sepertinya, di antara sebagian nyamuk ada yang kena tempeleng, ia pun terbang menjulang semampunya. Hampir menyusul langit-langit rumah. Maklum, sebatas itulah kemampuannya, karena ia dianugerahi sampai di situ kemampuan terbangnya, disesuaikan dengan posturnya barangkali. Kalau terlalu tinggi kemungkinan takut dibawa angin atas yang mengakibatkan tidak tahu jalang pulang. Kasihan sekali!

Tentu, tidak sama seperti Super Man, Iron Man, dan Man Man yang lain. Mereka (manusia super) mempunyai tingkat kemampuan yang tinggi dalam urusan terbang, dan bahkan jam terbangnya sudah cukup tinggi untuk mencegah kejahatan. Apalah arti seekor nyamuk. Hanya bisa terbang di area bebas puting beliung. Sejak kapan si beliung punya puting. Ah, entahlah. Tanya saja pada rumput yang bergoyang.

Saya akhirnya kurang paham, apakah keberagaman kemampuan itu berlaku bagi satu spesies. Semisal manusia dengan manusia lainnya; kambing dengan kambing lainnya; merpati dengan merpati lainnya. Oh, tidak. Waktu saya di lapangan lomba merpati ternyata ada pemenangnya. Itu artinya, yang satu dengan lainnya mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda. Kalau tidak, pasti tidak ada pemenangnya.

Kalau begitu, ini juga berlaku bagi manusia. Ada manusia yang dianugerahi kemampuan yang luar biasa. Meski kemampuan yang satu dengan lainnya berbeda-beda. Ada yang pandai bernyanyi, pandai ilmu politik, pandai ilmu agama, pandai ilmu budaya dan pendidikan; dan bahkan ada yang tidak diberi kepandaian apapun oleh Tuhan. Nah, bagi yang sama-sama diberi kepandaian ini, bagaimana untuk menentukan kemenangannya.

Bagi yang pandai berpolitik, mungkin kemenangannya terletak bila dia terpilih sebagai pemimpin. Selain itu, pendapatan kursi di parlemen lebih banyak dari yang lainnya. Terus, kemenangan orang yang pandai ilmu agamanya itu kemenangannya di mana? Saya tidak yakin, bahwa kemenangan dalam beragama itu adalah lahirnya perpecahan; saling caci maki di atas perbedaan. Pengalaman hidup dan kemampuan manusia tidak sama, nikmati saja perbedaan. Kalau harus semua disamakan sesuai dengan keinginan kita, itu sesungguhnya keluar dari sunnatullah.

Dalam ilmu psikologi dijelaskan, bahwa manusia itu makhluk yang unik. Keberagamannya tidak harus diseragamkan. Keseragaman akan menimbulkan stagnasi dalam kehidupan. Tidak ada yang saling membutuhkan antara yang satu dengan yang lain.

Wallahu a'lam.

Sampang, 09 Desember 2016

0 komentar:

Posting Komentar