Jumat, 01 Juni 2018

Pancasila sebagai Perekat, Jangan Dihujat

Pancasila sebagai Perekat, Jangan Dihujat

Sebuah negeri yang dasarnya Pancasila itu adalah Indonesia. Negeri dan Pancasila itu ibarat perangkat keras (hard ware) dan perangkat lunak (soft ware) dalam sebuah komputer. Perpaduan keduanya melahirkan sebuah negara yang disebut dengan Indonesia. Jadi bagi siapa saja yang menginginkan hidup di Indonesia, yang bersangkutan harus menerima apa adanya Indonesia dengan segala perangkat yang tersedia di dalamnya. Termasuk Pancasila, yang turunannya adalah Bhinneka tunggal ika, NKRI, UUD '45. Disebut dengan PBNU: Pancasila, Bhinneka tunggal ika, NKRI, UUD '45.

Di dunia ini, sudah banyak negara dengan perangkat lunak masing-masing di dalamnya yang memungkinkan bisa dipilih sesuai dengan selera masing-masing. Jika dalam perjalanan hidup ada ketidaksesuaian keinginan dengan sistem yang sudah terbentuk dalam sebuah negara tertentu, berdasarkan hak asasi bagi manusia itu tidak ada paksaan untuk tetap tinggal di negara itu. Dalam artian bisa mutasi kewarganegaraan sesuai dengan keinginan hati; yang cocok dengan pemikirannya, tanpa harus merusak isi negara yang telah memberikan kesempatan hidup pertama kali.

Dalam konteks Indonesia, jika ada beberapa golongan memaksakan perubahan sistem di antara masih adanya golongan lain yang menginginkan sistem itu, berarti kesadarannya (golongan) masih kecil untuk memahami hak orang lain. Kalau ada pertanyaan: bukankah semua orang mempunyai hak yang sama? Iya, betul. Tapi tidak harus mengganggu hak orang lain yang masih menginginkan sistem itu, karena sistem itu yang pertama kali diterapkan. Jika masih ingin memaksakan sistem versi lain selain Pancasila, golongan ini bisa pindah negara. Atau kalau tidak, cari negeri perdikan untuk dijadikan negara versi yang disuka.

Di dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) yang disebut dengan warga negara adalah, penduduk sebuah negara atau bangsa berdasarkan keturunan, tempat kelahiran, dan sebagainya yang mempunyai kewajiban dan hak penuh sebagai seorang warga dari negara itu. Warga negara yang baik, harus memahami segala bentuk kewajiban dan haknya kemudian menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Bukan yang memilih berseberangan dengan segala kebijakan yang ditetapkan oleh negara tersebut. Seperti menginginkan perubahan terhadap sistem yang sudah membentuk negara itu.

Boleh saja menginginkan perubahan terhadap sebuah sistem negara, apabila sudah dianggap tidak relevan dengan keadaan bangsanya. Untuk saat ini, peraturan yang diterapkan di Indonesia masih baik-baik saja, dan jika masih belum berlaku baik, berarti ada oknum yang mempermainkan sistem itu. Tentunya yang bermain adalah orang yang mempunyai kapasitas sebagai pelaksana dari sistem dimaksud. Yang merusak sistem itu biasanya manusia-manusia yang mempunyai keinginan kuat untuk memperkaya diri.

Saling menghargai antar suku, agama, ras, dan aliran (kepercayaan) juga tidak kalah penting dalam rangka menjaga harmonisasi sosial dalam keberagaman di dalam bernegara.  Mengimplementasikan nilai-nilai yang tertanam dalam sistem bernegara sebagai perwujudan dari kepatuhan dalam bernegara harus senantiasa digalakkan untuk menghindari kekacauan. Untuk menghindari perselisihan sebagai wujud dari sebuah perdamaian sesama warga negara, kiranya setiap warga negara penting sekali memerhatikan aspek-aspek yang akan menimbulkan perpecahan dalam bingkai persatuan, seperti saling mencurigai, memfitnah, mencaci-maki, dan lain sebagainya.

Namun, diakui atau tidak, di tubuh NKRI ini telah terjadi perang dingin antara satu golongan dengan golongan yang lain. Perang dingin ini yang malahirkan perpecahan secara perlahan. Penyebabnya bisa berbagai macam: mulai dari masalah ideologi, pemikiran, keinginan yang berbeda, dan lain-lain (pembaca bisa menambah sendiri sesuai fenomena dan problematika sosial yang terjadi di lingkungan). Tapi apapun yang terjadi, semoga Indonesia tidak sampai gulung tikar, agar kelak anak cucu kita dapat menikmati hal yang sama sebagaimana kita nikmati saat ini.

Pamekasan, 02 Juni 2017

0 komentar:

Posting Komentar