Senin, 01 Januari 2018

Pamekasan dan Wajah Perpolitikan

Pamekasan dan Wajah Perpolitikan

Dan seperti inilah wajah perpolitikan di kabupaten ini pada hari ini; money politik. Hujan uang di mana-mana. Tidak tahu sumbernya dari mana. Apakah dari langit seperti air hujan atau seperti air laut tinggal ambil pakai ember. Atau, ah, entahlah!

Seorang calon Bupati bisa menghamburkan uang dari puluhan hingga ratusan miliyar agar bisa terpilih. Ada sponsor yang akan mendanai, cukup dengan selembar surat perjanjian konsesi jika ia terpilih. Atau sponsor tersebut mau mengamankan investasi yang sudah berjalan. Tetapi umumnya sponsor akan mengeluarkan dana besar jika ada surat perjanjian hutang. Itu pun jika sang calon mempunyai kans kuat terpilih. Maka banyak calon menyewa lembaga-lembaga survei yang sudah direkayasa untuk meyakinkan sponsor. Jika tidak, jangankan sponsor atau teman, setan saja pura tidak kenal.

Bisnis pencitraan laku keras. Banyak calon memajang poto besar-besar di sepanjang jalan, datang ke kampung-kampung untuk berjualan kecap. Orang-orang ini pandai sekali berjualan kecap, hingga semua orang percaya seolah mereka telah berbuat banyak untuk kabupaten kita ini melebihi para pahlawan perang di mana pun. Membuat stiker dan kaos, dibagi-bagikan dalam setiap kesempatan--dibagikan kepada orang yang satu kabupaten. Orang baik membatasi wilayah untuk memberikan sesuatu kepada orang lain. Haruskah ada tanda tanya (?).

Berbagai acara digelar di kampung-kampung. Setiap hari sibuk mengatur jadwal undangan, seolah ingin mengatakan bahwa mereka benar-benar peduli, siap meluangkan waktu pribadi, bersikap egaliter dan merakyat untuk kepentingan yang lebih besar, berjuang tanpa pamrih--Modus seperti ini yang sempat terjadi pada saudara tertua Lukman Hakim. Bukankah popularitas itu modal utama agar melanggeng sebagai pemimpin? Dan hasilnya cukup fantastis. Bukankah dalam kontes ini popularitas itu jauh lebih penting dari apapun? Kerja nyata hanya ada di media sosial selebihnya tidak pernah ada.

Satu tahun pertama si Bupati sibuk berpikir mengembalikan hutang dengan cara bagi-bagi proyek atau konsesi untuk para penyumbang dan pemberi pinjaman. Untuk itu, perlu dicari pejabat-pejabat eselon dibawahnya untuk diajak untuk menjamin loyalitas dan memudahkan kerja birokrasi alias bisa diajak kongkalikong--yang tidak bisa diajak seperti kakanda Akhmad Zaini dimutasi, Hihi. Tahun kedua, berbagai kontrak bisnis ditandatangani. Tahun ketiga berhitung keuntungan. Tahun keempat bersiap menuai masalah. Jika ia bisa lolos dari jebakan petugas korupsi, ia bisa mengumpulkan modal kembali untuk pemilihan berikutnya. Dan pada tahun kelima, ia sudah sibuk kampanye pencalonan ulang.

Kalau pun dia sudah dua kali terpilih, maka mempersiapkan pengganti yang kelak bisa meneruskan atau mengamankan kerajaan bisnisnya adalah sesuatu yang mutlak diperlukan. Lantas kapan waktu untuk memikirkan rakyat seperti saudara Muhammad Ali Wahdi, atau Jheey Iheey Novemb dan yang lainnya. Sungguh kasihan sekali orang-orang yang menjadi korban janji-janji itu.

Wallahu a'lam!

Sampang, 02 Januari 2017

0 komentar:

Posting Komentar