Selasa, 30 Januari 2018

Perbedaan dan Persahabatan yang Hilang

Perbedaan dan Persahabatan yang Hilang

Kemarin-kemarin kita masih sering bersama dalam satu ruang untuk membincang kepentingan bersama. Tidak ada kealotan yang berlebihan manakala kita berbincang tentang bagaimana memanusiakan manusia. Dan hari ini, kita sepertinya sedang berdiri di ruang yang berbeda, dan membincang tentang kepentingan masing-masing. Ada banyak kealotan yang sepertinya tidak bisa dipertemukan karena perbedaan sudut pandang.

Dulu dan kini berbeda sekali. Dulu dirimu adalah saudara sepenanggungan, dan kini dirimu menjadi musuh bebuyutan. Saling menghujat dari jarak jauh, karena dari jarak dekat tidak mungkin, sebab saling menatap saja mata ini sudah tidak sanggup. Kopi kita sudah bukan milik bersama. Meski merk gelas kopinya sama, tapi tidak ada jejak bibir dalam gelas yang sama.

Seperti ini mau disebut sebagai kemajuan, rasanya tidak mungkin. Jahiliyah kontemporer sedang menggerogoti sendi-sendi keberagaman. Atas nama perbedaan, mereka yang senior dan mereka yang yunior berhadapan di mimbar bebas tanpa ada perhitungan pantas dan tidak pantas.

Keniscayaan sebuah perbedaan kini terabaikan. Konsepnya, semua harus sama, jangan ada yang berbeda karena perbedaan adalah perpecahan. Ironi sekali, kita dituntut harus lahir di tempat dan tanggal yang sama oleh orang tua yang sama pula; diperlakukan secara sama agar tercipta karakter yang sama. Tapi apakah dengan demikian, semua akan sama.

Anak kembar yang lahir dari rahim yang sama dalam waktu yang bersamaan sulit untuk mempunyai karakter yang sama. Jika satunya setiap berkendara menjadi sopir dan lainnya berbonceng, maka yang terjadi adalah yang satu cenderung fokus/konsentrasi karena selalu melihat ke depan dengan antisipasi yang tinggi; sementara lainnya akan lebih terbuka dan luas pandangan, karena dalam perjalanan banyak hal ditemui. Cikal bakal perbedaan sudut pandang yang tak terelekan.

Kalau perbedaan itu adalah rahmat, itu artinya Tuhan ingin menunjukkan bahwa banyak manfaat yang akan didapat dari perbedaan itu. Terlalu antipati terhadap perbedaan akan melahirkan perseteruan yang tidak berkesudahan. Bukankah keindahan pelangi itu terletak dalam perbedaannya, pun gambar yang tertempel pada dinding rumah tidak pernah indah dengan hanya hitam dan putih, apalagi hanya satu warna, akan tidak jelas mana gusi dan mana rambut.

Sederhananya, jika dikaitkan dengan pilkada Pamekasan. Pilkada hanya sebagai ujian bersahabatan, semacam testimoni seberapa kuat kita mempertahankan persaudaraan yang lebih lama dibangun. Saling hujat karena sebuah perbedaan, rasanya tidak sebanding dengan apa yang akan hilang setelah semuanya usai.

Meski penulis menyadari akan hal itu, sungguh sulit rasanya untuk tetap bersikap sama seperti dulu. Jadi, bagi penulis tetap saja, yang berbeda pandang adalah musuh. Tetap tidak ada secangkir kopi untuk bersama, tidak ada diskusi dialektika dan candatawa di trotoar jalan. Setelah ini, perbedaan akan mengakhiri persahabatan: akun provokatif akan segera hilang.

Terutama akun yang pernah memublikasikan photo saya dengan uang dollar yang dikaitkan dengan pilkada. Uang titipan orang Pegantenan yang dititipkan pada adik ipar untuk diberikan pada temannya di Arab Saudi. Sungguh fitnah yang keji. Sampai saat ini sama sekali tidak ada itikad baik; tanpa tabayyun untuk mencari tahu.

Wallahu a'lam!

Sampang, 29 Januari 2018

0 komentar:

Posting Komentar