Senin, 21 Mei 2018

20 Mei 2015 Sebagai Gerakan Sporadis Mahasiswa

20 Mei 2015 Sebagai Gerakan Sporadis Mahasiswa

Selama ini mahasiswa bergerak di atas pemikiran–kesejahteraan rakyat—yang sama dan merespon setiap kebijakan pemerintah dengan cara yang sama pula, baik itu gerakan persuasive atau gerakan turun jalan. Kali ini publik dikejutkan dengan tontonan yang kontras dalam gerakan mahasiswa, ketika melihat gerakan yang dilakukan oleh mahasiswa itu tidak sama antara yang satu dengan lainnya yaitu berjalan sendiri-sendiri. Ada yang memilih makan malam bersama Bapak Presiden ada pula yang memilih mengepung istana. Hal ini akan dibaca sebagai sebuah bentuk kelemahan mahasiswa dalam mengawal kebijakan pemerintah.

Adanya beberapa gerakan yang dilakukan oleh bapak Presiden untuk menggembosi gerakan mahasiswa seperti melakukan pertemuan dengan aktivis lintas generasi, bukan sebuah bentuk kecerdasan bapak Presiden dalam merespon gerakan yang akan dilakukan oleh mahasiswa, tetapi ini merupakan bentuk kebodohan dari mahasiswa. Presiden telah menyelamatkan diri dengan cara membaca kebutuhan mahasiswa disebabkan kecenderungan pragmatisme yang terjadi di kalangan mahasiswa.

Adanya beberapa mahasiswa yang mendekat kepada kekuasaan dengan tujuan keuntungan pribadi mampu ditangkap dengan baik oleh presiden.
Atas nama ketidakkompakan yang terjadi pada gerakan mahasiswa mengakibatkan antara yang satu dengan yang lain saling menggiring opini pembenaran terhadap langkah yang dilakukan. Seperti yang terjadi antara Keluarga Besar Mahasiswa Universitas Bung Karno dengan BEM se-UI.

Statement pembenaran yang disampaikan oleh koordinator  BEM se-UI kenapa mereka menerima untuk makan malam bersama presiden, ”Bagi saya, aksi dan perlawanan itu tidak boleh dibatasi hanya dengan turun ke jalan. Hadirnya saya ke forum dengan presiden juga saya niatkan sebagai bagian dari aksi dan advokasi mahasiswa untuk menyampaikan langsung apa yang menjadi keresahan masyarakat. Saya pastikan bahwa apa yang saya lakukan adalah tetap dalam koridor gerakan moral dan intelektual. Ini hanya masalah pilihan gerakan (choice of movement) apa yang mau kita gunakan. Bertemu langsung kah? Atau terus menerus berada di jalanan?”.

Ada pernyataan lain yang disampaikan oleh Koordinator BEM se-UI yaitu “Besok, Kamis, 21 Mei 2015 (hari ini-ed), Pukul 10.00 BEM UI akan bergabung dengan ribuan massa mahasiswa di depan Istana Negara. Saya sudah mendapatkan konfirmasi dari Kordinator Pusat BEM SI akan hadirnya ribuan massa di depan Istana esok. Saya undang seluruh rakyat yang masih peduli akan hadirnya kesejahteraan yang lebih baik, untuk hadir bersama kami mahasiswa.” Inilah bagian tidak cerdas dari BEM UI, pada moment yang sama dia mengambil dua sikap dan pernyataan yang tidak konsisten.

Ada dua pernyataan yang bertentangan sebenarnya apa yang disampaikan BEM UI itu, yang pertama menyampaikan bahwa mereka menggunakan pendekatan yang berbeda karena substansinya adalah gerakan perjuangan, tapi sisi lain masih menyampaikan mau turun bersama tanggal 21 mei 2015. Pertanyaannya buat apa mereka turun kalau sudah bertemu dengan pemilik kebijakan, bukankah aspirasi mereka sudah disampaikan.

Belum lagi hujatan yang dilayangkan oleh Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) Universitas Bung Karno (UBK), mereka mengecam kehadiran para mahasiswa yang diundang Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu tersebut, mereka menuding bahwa apa yang dilakukan oleh BEM UI sebagai “pelacur Intelektual”. Beberapa mahasiswa yang mengambil sikap turun jalan adalah Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) Universitas Bung Karno dan banyak dari elemen mahasiswa lainnya.

Adanya keberagaman gerakan di antara mahasiswa ini sah-sah saja, yang terpenting dalam gerakan yang diambil mempunyai orientasi yang jelas dan tidak tendensius. Meski sebenarnya gerakan sporadis yang terjadi ini akan membangun kesan bahwa nilai tawar dan sakralitas gerakan yang selama ini ditakuti oleh penguasa sudah tidak ada lagi.

Evaluasi gerakan harus tetap dilakukan oleh para mahasiswa selama Negari ini ada. Baik gerakan pemikiran atau pun gerakan jalanan. Perubahan yang lebih baik masih menjadi cita-cita bangsa Indonesia, mahasiswa harus hati-hati mengambil sikap karena kelak beban bangsa ini ada di pundak kita sekalian. Kepentingan pribadi harus dikesampingkan dan lebih mengedepankan kepentingan rakyat. Selama ini kekuatan mahasiswa sudah mampu menumbangkan rezim, jangan lupa itu.

Pamekasan, 22 Mei 2015

0 komentar:

Posting Komentar