Senin, 28 Mei 2018

Tentang Kebaikan Semu

Tentang Kebaikan Semu

Suatu hari istriku menggurui saya dengan sebuah kalimat yang bijaksana. Setelah saya anggap selesai menyampaikan seluruh isinya, lantas saya balik menyampaikan sesuatu kepadanya. Saya katakan seperti ini, "Usahakan apa yang kamu sampaikan itu sesuai dengan keberadaan dirimu. Apa yang kamu katakan itu adalah cerminan dari dirimu, bukan hanya serangkaian kata-kata dan menjadi kalimat yang bagus. Seperti seseorang yang sedang makan, itu merupakan cerminan dari orang yang sedang lapar atau; seperti orang yang sedang minum, itu merupakan cerminan dari seseorang yang sedang haus".

Sebenarnya, hal itu merupakan sebuah refleksi dari banyaknya kata-kata bijak yang tidak terlaksana, atau sama dengan sebuah ilmu yang tidak diamalkan. Memang tidak semua ilmu menuntut pengamalan, jika ilmu itu jauh dari jangkauan akal manusia seperti ilmu yang menyangkut eksistensi ketuhanan. Ilmu yang hanya menuntut untuk diketahui saja, dan tidak ada unsur pengamalannya. Mengamalkan dalam artian melakukan sesuatu dalam bentuk pekerjaan, bukan dalam bentuk meyakini.

Ruang pembicaraan ini sebaiknya memang bukan masalah teologi (tauhid), tapi mungkin yang lebih bersifat teknis seperti syariat dan tasawwuf. Sebab, konsekuensi masalah tauhid itu adalah "keluar atau tidak keluar dari kepercayaannya" sedang konsekuensi masalah syariat itu adalah "dosa atau tidak dosa" dan konsekuensi masalah tasawwuf itu adalah "baik dan tidak baik".

Syariat memang identik dengan perbuatan dhahiriah. Selain pencitraan, orang yang secara dhahir perilakunya baik, dapat dipastikan isi hatinya baik. Namun, belum tentu orang yang kata-katanya baik mempunyai sifat yang baik pula. Karena dalam kondisi tertentu kata-kata dijadikan sebagai alat kamuflase untuk mengelabui orang lain.

Memperbaiki diri dengan cara menyelaraskan antara perkataan dan perbuatan itu penting diupayakan. Karena demikian itu menjadi cara untuk menjadi lebih baik. Jangan sampai kita selalu berbicara atas nama agama, tiba-tiba terbukti korupsi atau terlibat menggunakan obat-obatan terlarang.

Untuk masalah yang bersifat filosofis yang seringkali saya bicarakan, tidak berarti saya seorang filsuf. Atas dasar ketidakselarasan itu, "Saya mohon maaf!"

Wallahu a'lam!

Sampang, 29 Mei 2017

0 komentar:

Posting Komentar