Selasa, 01 Mei 2018

Undangan, dan Pergeseran Nilai

Undangan, dan Pergeseran Nilai

Dulu, sebelum manusia familiar dengan tulis menulis, ketika hendak mengundang sanak famili, kerabat, teman, dan lainnya, caranya berkunjung ke rumahnya. Substansi dari kunjungan itu adalah pemberitahuan sebuah kegiatan yang akan dilaksanakan di rumahnya yang sekaligus mengundang kehadirannya. Bila tuan rumah yang hendak berhajat, berhalangan untuk secara langsung mengundang kerabatnya, maka ia mengutus orang yang dipercaya untuk menyampaikan undangan kepada kerabatnya. Bila shahibu al-hajat tidak mendapatkan orang untuk mewakili dirinya, maka ia berkirim surat untuk mewakili maksudnya. Inti dari semua itu, adalah pemberitahuan.

Pada hakikatnya, undangan itu terletak pada legitimasi shahibu al-hajat. Kalau pengundang memanfaatkan media lain, selain kunjungan atau utusan, semisal SMS atau sejenis pemberitahuan lainnya, maka hal itu sah-sah saja dijadikan sebagai legitimasi. Yang paling penting sumber undangan itu jelas, artinya kalau via SMS, nomor yang digunakan memang nomor orang yang hendak melaksanakan hajat. Apalagi undangan itu dilakukan dengan cara berkomunikasi sekalipun menggunakan telepon dan dilakukan dari jarak jauh, karena pada intinya, mengundang itu dengan cara apapun.

Seiring dengan perkembangan zaman, banyak orang menggunakan media surat untuk mengundang. Dengan alasan kesibukan dan banyaknya jumlah orang yang akan diundang, maka pengundang melegitimasi undangannya dengan membubuhkan tandatangan atau sekedar ada nama pengundang. Ini merupakan cara terakhir untuk menyiasati, agar menjangkau sejumlah orang yang akan diundang. Ingat, bahwa undangan itu bukan kertas yang berisi pemberitahuan itu. Akan tetapi sebuah maksud yang termaktub di dalam tulisan itu. Yang sesungguhnya, bisa disampaikan secara langsung baik lisan ataupun tulisan.

Ada fenomena menarik saat ini. Yang semula, undangan tertulis merupakan alternatif untuk menyiasati kesibukan, kini menjadi substansi dari sebuah undangan. Maka, tidak jarang, ketika kita mengundang seseorang dengan menggunakan lisan, yang bersangkutan masih bertanya, "Undangannya mana?" Yang dimaksud adalah undangan dalam bentuk tulisan dalam kertas; dan undangan secara langsung dari mulut orang yang berhajat menjadi percuma dan tidak berguna. Undangan sudah betul-betul diwakili oleh secarik kertas.

Pergeseran dari yang substansi kepada formalitas ini sangat menarik untuk kita kaji dalam kacamata sosial. Sebab, kita seringkali terjebak dengan simbol yang diberlakukan jauh sebelum substansi sesuatu itu ada. Kalau lisan sudah lebih dulu menyampaikan, apa guna tulisan. Sedang inti dari keduanya adalah pemberitahuan.

Wallahu a'lam!

Pamekasan, 02 Mei 2017

0 komentar:

Posting Komentar