Kamis, 10 Mei 2018

Lantas, Siapa Yang Benar?

Lantas, Siapa Yang Benar?

Saat ini umat Islam dihadapkan dengan persoalan-persoalan yang sangat meresahkan. Munculnya banyak organisasi keislaman yang mempunyai pendekatan yang berbeda dalam menyikapi persoalan sosial, politik, hukum di Indonesia telah membuat umat Islam bingung. Konstruksi berpikir para cendekiawan yang disandarkan pada nilai-nilai agama justru menjadi penyebabnya. Taruh saja, bagaimana dari kalangan umat Islam memberikan penilaian terhadap kebijakan yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta Bapak Basuki Tjahya Purnomo (Ahok) ketika melakukan penggusuran terhadap rumah warga yang tinggal di atas lahan milik pemerintah. Di antara mereka ada yang membenarkan ada pula yang menyalahkan.

Parahnya lagi, tidak hanya persoalan kebijakan yang menjadi sorotan, agama sang gubernur juga menjadi sorotan. Sehingga muncul sebagian kalangan orang-orang yang mengatasnamakan agama, larangan-larangan untuk memilih gubernur dari nonmuslim; meski di sisi lain banyak juga organisasi kemasyarakatan--termasuk orang di dalamnya--membolehkan nonmuslim sebagai gubernur, dan hal itu juga atas nama agama.

Belum lagi, fenomena adanya organisasi yang mengatasnamakan Islam mendeklarasikan penerapan hukum Islam di Indonesia. Tidak ayal, hal ini menuai kontroversi dan bahkan kecaman dari organisasi keislaman lainnya, dengan alasan NKRI dengan Pancasila sebagai dasar negara sudah final dan tidak perlu diotak-atik kembali. Argumentasi-argumentasi pembenaran bertebaran di mana-mana, baik melalui selebaran atau media sosial. Semuanya saling menguatkan ideologi yang mengusung nilai yang dianggap sebagai kebenaran dimaksud. Para tokoh baru bermunculan dengan hujjah-hujjah pembenaran terhadap nilai-nilai yang diperjuangkan, sekaligus sebagai pembendung serangan pihak lain yang tidak sejalan dengan pemikirannya.

Selain itu, muncul lagi sebuah aliran (faham) yang dengan sengaja mengganggu konsentrasi kelompok lain dalam ibadah. Ibadah dengan nilai-nilai tradisi di dalamnya diserang tanpa ampun. Baik dengan menyebut kelompok itu syirik, kafir, dan penganut bid'ah. Bagaimana mungkin akan tercipta kenyamanan dalam beribadah apabila sesama umat Islam saling menyalahkan dan menjatuhkan antara yang satu dengan lainnya. Dan kelompok yang disudutkan juga tidak tinggal diam, sehingga perang ayat dan haditspun tidak bisa dihindarkan terjadi di mana-mana, baik melalui selebaran, media sosial dan majelis-majelis.

Sampai saat ini umat islam masih sibuk dengan persoalan perbedaan di dalam agama itu sendiri. Sehingga konsentrasi umat Islam banyak tersita merampungkan argumentasi-argumentasi untuk menghantam saudaranya sendiri. Sisi lain, orang di luar kita sudah berpikir bagaimana mampu meningkatkan taraf hidup dengan banyak melakukan penelitian dan penemuan. Sehingga, untuk saat ini dominasi pengetahuan di bidang teknologi dikendalikan oleh orang-orang di luar Islam. Sedang argumentasi-argumentasi umat islam belum rampung. Jika demikian adanya, akhirnya kita menjadi bagian orang yang menurunkan harkat dan martabat Islam itu sendiri dengan mengatasnamakan Islam. Umat Islam hari ini masih sibuk berdebat tentang nilai-nilai keagamaan dalam Islam yang sesungguhnya sudah finish, padahal hari ini tinggal bagaimana kita mengimplementasikannya.

Coba sebentar saja kita melihat sejarah bagaimana rekam jejak ulama terdahulu menjaga wibawa agama Islam. Agar umat Islam tidak dinyatakan sebagai umat yang tertinggal di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, para ulama terdahulu mampu menyaingi para ilmuwan, termasuk ilmuwan Eropa sekalipun. Seperti Al-Khawarizmi yang hidup (780-850 M.) telah berkontribusi dalam bidang astronomi; Ibnu Haitham yang menggeluti ilmu sains dan optik; Ar-Razi (864-930 M.) yang ahli di bidang kedokteran selain itu juga menekuni bidang yang lain seperti kimia, filsafat, logika dan fisika; Ibnu Sina ahli di bidang filsafat dan kedokteran; Al-Fàràbi ahli terapi musik dan ahli hukum; Al-Khazini merupakan ilmuwan Astronomi yang mencetuskan beragam teori penting dalam sains seperti: metode ilmiah eksperimental dalam mekanik, energi potensial gravitasi, perbedaan daya, masa dan berat, teori keseimbangan hedrostatis; Al-Kindi yang ahli di bidang kedokteran, filsafat, dan terapi musik; Al-Biruni adalah seorang Fisikawan dan teori gravitasi bumi; Ibnu Khaldun adalah seorang yang ahli dalam bidang sosiologi dan Ekonomi; Al-Zahrawi ahli bedah dan kedokteran; Jabir Ibnu Hayyan adalah seorang yang ahli di bidang kimia; dan kita masih belum selesai berbicara tentang furuiyah dan khilafiyah.

Untuk saat ini dibutuhkan para pembaharu pemikir Islam yang tidak terkontaminasi oleh gesekan antar golongan yang menghambat terhadap Ide-ide cerdas. Sehingga lahir generasi brilian yang mampu mengembalikan masa kejayaan Islam di masa depan, tidak hanya yang bersifat keagamaan tetapi juga yang mampu bersaing di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Entah, kapan hal itu akan menjadi kenyataan, tapi ini adalah harapan.

Wallahu a'lam.

Pamekasan, 11 Mei 2016

0 komentar:

Posting Komentar