Senin, 19 Maret 2018

Masyarakat Pamekasan, Bangkit dan Melawan

Masyarakat Pamekasan, Bangkit dan Melawan

Pamekasan memang diinginkan untuk tidak menjadi lebih baik. Hal ini disampaikan bukan tanpa alasan. Nepotisme yang kita percaya sebagai salah satu penyakit kronis pada masa "orde baru" yang menghambat kecepatan dan percepatan laju birokrasi dalam pembangunan, ternyata di kota dengan ikon gerbang salam ini sedang terjadi. Kita tidak bisa menutup mata atas persoalan ini, karena masyarakat Pamekasan sudah kadung menjadikan Pamekasan ini (juga) sebagai kota pendidikan, yang artinya masyarakat Pamekasan dianggap cerdas. Tidak ada hegemoni dan monopoli kekuasaan bagi kaum terdidik.

Sebagian orang boleh tidak tahu-menahu dan mengabaikan atas hal ini, namun fakta tidak akan pernah membohongi realitas. Bahwa realitanya, saat ini Pamekasan sedang dipimpin oleh dua orang bersaudara, di lembaga Eksekutif dan Legislatif. Hubungan darah yang sangat mudah dan rentan melahirkan sebuah konspirasi menuju keberlangsungan dinasti.

Silahkan berapologi bahwa itu merupakan keinginan masyarakat dan sistem yang mengatur tentang pemerintahan. Tetapi hal itu tidak sepenuhnya benar. Sebab, dalam proses pemilihan legislatif, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pamekasan yang saat ini terpilih sebagai ketua tidak mengantongi suara terbanyak, sehingga keterpilihannya sebagai pemimpin parlemen terkesan dipaksakan; sebagai pertimbangan saudaranya duduk dipucuk pimpinan eksekutif.

Masih melekat dalam ingatan bagaimana para aktivis hampir 'koor' untuk menyuarakan tentang adanya monopoli kekuasaan sedarah ini. Baik melalui diskusi resmi, diskusi di trotoar, termasuk melalui media sosial. Namun, lambat laun suara itu mengecil dan akhirnya hilang sama sekali dan tidak terdengar lagi, seperti sedang berada di tengah padang pasir di tengah malam. Sunyi sekali.

Kesimpulan sederhana akan membawa pada sebuah hubungan kausalitas bahwa lambatnya pembangunan berbanding lurus dengan lemahnya pengawasan. Kita sebagai insan akademis memahami betul bahwa tugas Dewan Perwakilan Rakyat, baik di pusat atau pun di daerah sama yakni membuat peraturan, menganggarkan, dan mengawasi; tugas eksekutif adalah melaksanakan program kegiatan dan menuntaskan anggaran yang telah disetujui oleh anggota dewan. Sudah bisa dibayangkan seperti apa pelaksanaan programnya, bila yang mengawasi adalah saudaranya sendiri.

Bagaimana pun alasannya, dalam hal ini ketua dewan mempunyai otoritas untuk menentukan sebuah kebijakan, termasuk melonggarkan fungsi pengawasan terhadap realisasi program yang rendah. Bagaimana dengan anggota yang lain? Ah, tidak tahulah. Yang jelas, semua elemen masyarakat Pamekasan harus bangkit untuk melawan monopoli kekuasaan ini, karena pemerintahan bukan milik keluarga besar. Sudah cukup kita membantu orang-mendapatkan penghasilan-makan.

Tulisan ini hanya untuk membangunkan masyarakat yang terlalu banyak tidur dan kurang ngopi. Pilihannya ada pada diri kita, "Bangkit melawan atau diam tertidas".

Pamekasan, 20 Maret 2017

0 komentar:

Posting Komentar