Kamis, 15 Maret 2018

Semua Kejadian adalah Sumber Pengetahuan

Semua Kejadian adalah Sumber Pengetahuan

Ketika sepeda motor saya rusak, saya perbaiki sepeda motor ke bengkel. Karena lampu depannya juga mati, tukang bengkelnya menawarkan lampu halogen (lampu kepala berwarna putih) untuk dipasang. Saya setuju, dan dipasanglah lampu tersebut.  Perbaikan sepeda selesai. Sepeda motor pun siap dipakai.

Setelah beberapa hari dipakai ternyata stater-sklar sepeda motor untuk memulai menghidupkan sepeda motor-tidak berfungsi. Sehingga untuk menyalakannya harus ditrap (diinjak engkok manualnya). Dalam kondisi seperti itu, saya bercerita dengan teman-teman sambil santai tentang kondisi sepeda saya. Ada yang berpendapat bahwa masalah sepeda itu terletak pada batre/aki. Untuk membuktikannya, dicobalah batre sepeda motor yang sama, ternyata sepeda motor hidup. Sehingga Kesimpulannya terletak pada batre.

Karena masalahnya ada pada batre, maka dibelikan batre ke dealer. Batre dipasang, sepeda pun staternya hidup kembali. Setelah beberapa hari sepeda motor dipakai (kurang lebih 3 hari), stater mati lagi. Aduh, apes om, pusing pala berby! Untungnya, ketika saya komplin dealer mau mengganti karena masih baru pembeliannya. Bergantilah batre saya dengan yang baru, stater sepeda hidup lagi. "Selesailah, urusan batre ini," pikirku dalam hati.

"Ya Allah! Ya Allaaaaaaaaaaaaaaah!" Beberapa hari saja stater mati lagi. "Huaaaaaa!" Menangis tapi tidak sampai guling-guling. Aduh, kepala mulai pusing tujuh keliling, delapan tanjakan, dan sembilan turunan. Mulailah saya konsultasi ke bengkel, tapi bukan bengkel yang memperbaiki yang pertama. Saya sampaikan, bahwa sepeda ini sudah banyak memakan korban; (korban batre dan perasaan). Dia cek kiri dan kanan, dan sampai pada sebuah kesimpulan bahwa kiproknya-fungsi kiprok pada sepeda motor adalah sebagai penstabil arus dan tegangan yang masuk ke aki-bermasalah.

Saya tanya lagi, "Berapa biasanya harga kiprok itu?" Tukang servisnya menjawab, "Enam ratus ribu biasanya. Soalnya, gejala seperti itu sudah sering saya tangani." Deng! Kepala seperti dipukul pakai galon dari belakang. Saya tidak puas dengan jawaban itu, entah kenapa. Sebelum saya pulang, saya bertanya, "Apakah lampu ini tidak masalah? Dia menjawab, "Tidak". "Baik terima kasih, bersambung," kataku.

Kemudian, saya berusaha mencari tahu kepada bengkel yang lain. Saya sampaikan permasalahan dari awal sampai akhir. Dia hidupkan sepeda saya, dan cek sampai kepada lampu depan. Dia bilang, "Ganti lampunya dengan yang original, karena lampu ini wh-nya (baca: wat) sangat besar, meski dalam tulisan tercatat 25 wh, karena ini bukan aslinya, bisa mencapai 40 wh". Saya bertanya lagi, "Apakah setelah lampunya diganti, sepeda ini akan normal kembali?" (Dengan wajah yang penuh pengharapan) "Kita coba dulu, tapi kebanyakan berhasil" timpalnya.

Setelah diganti, sepeda motor pun dinyalakan dengan ditrap dan dibiarkan hidup beberapa menit. Setelah selang beberapa menit, sepeda motor dihidupkan menggunakan stater. Jreng, sepeda motor hidup dan normal kembali. Yes! Dia bilang, "Aki yang dulu kemungkinan besar masih hidup, amankan!". "Baik, terima kasih saya bilang, Ooh, iya berapa?". "25 ribu," murah sekali pikirku. Sampai di rumah saya pun bertanya tentang aki itu, ternyata sudah dijual ibu. Wkwkwkwkwk, sungguh eman sekali saya.

Dalam konteks hari ini, anda mungkin sering bertemu dengan tukang fatwa yang anda anggap ahli. Tapi, justru dari fatwa itu beberapa kasalahan bermunculan dalam hidup anda. Maka, hati-hati adalah jawabannya. Jangan mudah menyimpulkan agar tidak salah jalan. Cari informasi sebanyak-banyaknya, datanglah kepada orang yang lebih ahli untuk memecahkan persoalan. Kalau urusan agama, datanglah pada Kiai yang belajar puluhan tahun tentang agama, bukan pada Kiai karbitan yang dipoles oleh media untuk terkenal.

Semoga cerita ini menjadi Ibroh. Baik sebagai sebuah analogi dalam kehidupan kita, atau kenyataan pahit tentang sepeda motor anda yang sering memakan korban perasaan.

Wallahu a'lam!

Pamekasan, 15 Maret 2017

0 komentar:

Posting Komentar