Senin, 12 Februari 2018

Pengagum Hoax yang Gagal Paham

Pengagum Hoax yang Gagal Paham

Hoax itu sama dengan berita bohong. Jika hoax dialamatkan pada perseorangan, maka itu disebut dengan fitnah. Dan tidak perlu ingkari bahwa fitnah itu merupakan perbuatan yang tidak menyenangkan bagi orang lain, dengan konsekuensi dalam perspektif agama itu adalah dosa. Entah, itu masuk dosa besar atau dosa kecil, saya tidak punya kapasitas untuk menjelaskan.

Dalam al-Qur'an, ada sebuah analogi yang disampaikan tentang membicarakan orang lain. Sudah jelas sekali bahwa perbuatan seperti itu dianggap sebagai memakan daging saudaranya yang telah mati (bangkai). Apa lagi kebohongan itu dialamatkan kepada para ulama yang dagingnya beracun. Yang artinya, bila seseorang dengan sengaja memfitnah, menyebarkan berita bohong penuh kebencian kepada ulama tanpa klarifikasi, maka tunggulah musibah yang akan menimpa dirinya, dan bahkan kepada keluarganya.

Tahun ini sepertinya tahun fitnah. Di mana semua orang lebih suka dan senang membaca dan membagikan berita bohong. Lebih suka mencari keburukan orang, agar tiba-tiba kita tampak menjadi orang baik; lebih suka mencari keburukan para tokoh yang satu, agar tampak tokoh--idolanya--yang lain lebih baik. Sudah jelas, sampai di sini saja kita sudah bisa mengukur bahwa perbuatan ini tidak baik.

Sudah demikian burukkah keadaan ini? Orang yang selama ini dipercaya sebagai cikal bakal bengkel moral, untuk memperbaiki karakter manusia yang rusak, malah terlibat merusakkan diri bersama orang awam yang seharusnya diberikan penyadaran. Tidak sedikit dari para santri yang bekal keilmuan dalam bidang agamanya sangat mumpuni terlibat dalam perang fitnah. Bahkan yang diserang adalah para ulama. Lantas, kalau santri saja sudah tidak percaya dengan ulama, bagaimana dengan orang awam. Terus tempat curhat yang awam ini kepada siapa akhirnya.

Memahami bahaya kabar fitnah (hoax) itu penting. Sepenting memahami peristiwa sejarah yang meluluhlantakkan peradaban akibat berita bohong. Semisal, berita bohong yang memicu perang dunia II. Yang disebabkan oleh Adolf Hitler mengabarkan kepada parlemen Jerman bahwa militer Polandia telah menembak tentara Jerman pada pukul 05:45. Lalu disusul dengan aksi balas dendam, yang mengakibatkan pecah perang dunia II, yang belakangan diketahui ternyata tentera Jerman sendiri yang membunuh.

Dan banyak lagi berita bohong yang sengaja dihembuskan untuk kepentingan menaikkan penghasilan oleh media tertentu. Dengan maraknya berita bohong beberapa bulan terakhir, terasa sekali aroma pembaca surat kabar, baik cetak atau pun online semakin bertambah. Itu akan otomatis akan menambah penghasilan dari banyaknya jumlah pembaca dan menarik minat iklan. Hal ini kemudian melahirkan pembaca dadakan.

Para pembaca dadakan ini memang sangat menyukai berita bohong untuk melukai orang lain. Karena ketika ada pemberitaan yang sesuai dengan seleranya, maka ia akan langsung membagikan, tanpa pertimbangan apapun, apakah berita itu benar atau bohong.

Namanya dadakan (pemula) perlu dimaklumi apabila belum selektif membaca berita. Tentu para pemula ini belum selektif dalam melihat berita, belum bisa membedakan mana berita yang baik dan tidak baik; mana berita yang benar dan bohong. Belum lagi ditambah banyak media dadakan juga yang warnanya masih abu-abu.

Semoga kita semua terhindar dari maraknya berita bohong. Amin!

Wallahu a'lam!

Pamekasan, 13 Pebruari 2017

0 komentar:

Posting Komentar