Sabtu, 30 September 2017

Kebijakan Salah, Harga Nyawa Murah

Kebijakan Salah, Harga Nyawa Murah

Saking kesalnya terhadap pencurian, beberapa hari lalu warga menghakimi pencuri hingga tewas. Peristiwa tersebut terjadi di Dusun Ginyang, Desa Taman Sare, Kecamatan Dungkek, Kabupaten Sumenep, Madura. Pada saat tertangkap, sebenarnya terduga pencuri belum kedapatan memegang apapun, (Media Madura, 18/6). Akan tetapi, menurut hemat penulis, untuk objek pencurian di tingkat kampung, biasanya tidak lepas dari barang-barang yang masih harus diuangkan: seperti ternak, perhiasan, atau kendaraan bermotor (baca: sepeda motor). Kemungkinan mencuri uang sangat kecil, karena kebanyakan saat ini, jika uang dalam jumlah banyak disimpan di bank.

Untuk pencurian ternak, ini sangat beresiko ditemukan, sehingga pencuri biasanya cenderung kepada perhiasan dan kendaraan bermotor. Menjual dari keduanya, tidak akan sama dengan harga beli ketika masih di toko, karena biasanya barang curian itu tidak lengkap dengan surat-suratnya, sehingga harga jual akan jauh di bawah. Semisal sepeda motor yang dicuri, harga baru mencapai tujuh belas juta lengkap dengan surat-surat, ketika dijual tanpa surat-surat bisa ditaksir sekitar harga empat juta, karena dijual kosong.

Situasi seperti ini menjadi fenomena dan problematika sosial. Kita bayangkan saja, uang empat juta rupiah harus ditukar dengan nyawa manusia. Empat juta menghilangkan empati (rasa kemanusiaan) dan menutup jalan kebaikan bagi orang lain. Sebab, bisa mungkin seandainya tidak dibunuh, pada usia senja dia akan bertaubat dan akan memperbaiki jalan hidupnya. Hidup hanya satu kali, jika sudah demikian semuanya berakhir; dekat dengan neraka. Apa tidak kasihan? Saya tidak sedang membela, tetapi sanksi yang diterima terlampau berat.

Pembunuhan dan sanksi atas pembunuhan itu mempunyai garis yang berbeda. Pembunuh tidak berarti lepas sama sekali dari persoalan dosa, karena membunuh pencuri. Untuk pembunuh tidak ada hujjah yang membenarkan perbuatan itu, karena mencuri dan membunuh berbeda sanksi. Apalagi, di Indonesia ada hukum yang harus dijadikan sebagai dasar untuk memberikan sanksi terhadap pencuri, yang tidak harus dihakimi sendiri apalagi di bunuh. Setiap manusia mempunyai hak untuk menjadi benar. Hidup ini hanya satu kali, dan taubat itu hanya untuk hidup yang hanya sekali ini.

Pencurian tidak berdiri sendiri, erat kaitannya dengan persoalan ekonomi masyarakat. Seandainya masyarakat tercukupi, pencurian-di kampung-tidak perlu terjadi. Ini merupakan kesalahan pemerintah secara tidak langsung atas banyak kebijakan yang tidak pro masyarakat dan maraknya korupsi di tubuh pemerintahan. Seperti kebijakan Pemerintah Kabupaten Pamekasan, misalnya yang mengeluarkan dana Tunjangan Hari Raya (THR) sampai sebesar Rp 26,6 miliar untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) serta pejabat negara lainnya, (Media Madura, 20/6). Bisa dibayangkan, seandainya uang sebesar itu diperuntukkan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat, pasti  menambah ringan beban masyarakat, sekaligus mengurangi angka kriminal. Sudah bergaji, THR tinggi. Ah!

Yang terbaru, KPK menyita barang bukti sejumlah uang dalam pecahan seratus ribu rupiah dalam satu kardus ketika operasi tangkap tangan atau OTT istri Gubernur Bengkulu Lily Martiani Maddari, beserta empat orang lainnya di Bengkulu, (tempo, 20/6). Ditambah lagi, kasus e-KTP yang merugikan uang negara sebesar Rp. 2.314.904.234.275,39, (sengaja ditulis dengan angka agar tahu betapa panjangnya deret angka yang dibutuhkan) disederhanakan menjadi 2,3 triliun lebih. Sementara itu, nilai proyek tersebut mencapai hampir Rp 6 triliun, (detik news, 9/3). Waw!

Menurut, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai, kasus korupsi pengadaan e-KTP dampaknya tak hanya merugikan keuangan negara. Tindak pidana tersebut juga merenggut hak konstitusional masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya dalam pesta demokrasi. Sebab, e-KTP menjadi salah satu syarat warga negara mendapatkan haknya dalam pemilu, ujar Titi dalam diskusi di Jakarta, Minggu (2/4/2017: KOMPAS.com). Lengkaplah penderitaannya.

Lantas, hukum apa yang sebanding bagi para pencuri uang rakyat ini, jika uang empat juta saja sebanding dengan harga nyawa bagi masyarakat desa.

http://mediamadura.com/massa-bantai-maling-bertitel-haji-di-sumenep-hingga-tewas/
http://mediamadura.com/pemkab-pamekasan-telan-rp-266-miliar-untuk-thr/?utm_source=dlvr.it&utm_medium=twitter
https://m.tempo.co/read/news/2017/06/20/063886093/ott-istri-gubernur-bengkulu-kpk-temukan-rp-1-miliar-dalam-kardus
https://m.detik.com/news/berita/d-3442179/jaksa-sebut-korupsi-e-ktp-rugikan-negara-rp-23-triliun
http://nasional.kompas.com/read/2017/04/02/16304531/tak.sekedar.rugikan.keuangan.negara.korupsi.e-ktp.dinilai.cederai.demokrasi

Wallahu a'lam!

Pamekasan, 21 Juni 2017

0 komentar:

Posting Komentar