Sabtu, 30 September 2017

Mencari Pemimpin Amanah

Mencari Pemimpin Amanah
(antara Lama dan Baru)

Sesaat setelah menghadiri pemakaman Sulaiman bin Abdul Malik, khalifah Bani Umayyah ke-7... Umar berjalan bersama orang-orang menuju Masjid. Dari segala penjuru orang-orang pun berdatangan. Ketika mereka sudah berkumpul, Umar bin Abdul Aziz berdiri. Setelah memuji Allah dan bershalawat pada Nabi dan para sahabatnya, ia berpidato, "Wahai manusia, sesungguhnya saya mendapat cobaan dengan urusan ini (khilafah), dimana saya tanpa dimintai persetujuan terlebih dulu, memintanya atau bermusyawarah dulu dengan kaum muslimin. Sesungguhnya, saya telah melepaskan baiat yang ada di pundak kalian untukku. Untuk selanjutnya silakan pilih dari kalangan kalian sendiri seorang khalifah yang kalian ridhai."

Mendengar ucapan itu, orang-orang pun berkata dengan satu suara, "Kami telah memilihmu, wahai Amirul Mukminin. Kami ridha terhadapmu. Aturlah urusan kami dengan karunia dan berkah Allah."

Banyak hal yang bisa kita teladani dari sikap hidup Umar bin Abdul Aziz. Selain sikap zuhud dan kesederhanaan, kita juga belajar wara' (menjauhi syubhat). Misalnya, kisah tentang memadamkan lampu minyak ketika menerima kedatangan anaknya, diabadikan oleh sejarah. Ia tak mau menggunakan fasilitas negara untuk keperluan pribadi atau keluarga, (Bastoni, 104-105).

Tetapi, itu Umar bin Abdul Aziz. Seorang pemimpin yang bisa membedakan antara harta pribadi dan harta rakyat. Bisa membedakan, kapan kepentingan harus dengan menggunakan mobil dinas dan kapan menggunakan mobil pribadi. Bukan malah mobil dinas dirubah dengan mobil pribadi, seperti yang terjadi di kota Pamekasan yang beraikon Gerbang Salam. Sungguh, kejadian yang memilukan sekaligus memalukan. Semoga tidak terulang, karena itu hak rakyat (umum).

Seorang pemimpin tidak harus bersimpati dengan THR menjelang hari Raya (saja) untuk mendulang dukungan rakyat. Menebar janji-janji dan sumpah serapah di setiap kesempatan. Menabur angpao sampai ke pelosok paling kampung. Tetapi yang mampu membuktikan dengan suara koor bahwa dirinya baik dan betul-betul dibutuhkan rakyat, istikomah berbuat. Seperti, Presiden Jokowi misalnya, kalau tidak sungguh baik, tidak mungkin karirnya akan melesat sedemikian cepat. Kebaikan yang terlihat oleh mata rakyat tanpa dibuat-buat, telah mengantarkannya pada puncak kekuasaan tertinggi di negeri ini.

Harusnya, kekuasaan hanya dijadikan sebagai ajang pengabdian kepada masyarakat. Tidak dengan kekuasaan membuatnya berkuasa seenak perutnya dan mengabaikan amanah rakyat. Apalagi, setelah berkuasa mempertahankan kekuasaan mati-matian dengan cara yang tidak berperikemanusiaan. Seorang tokoh bangsa, KH. Abdurrahman Wahid, pernah menyampaikan bahwa, "Tidak ada jabatan di dunia ini yang perlu dipertahankan mati-matian." Apalagi mengorbankan rakyat. Tidak penting banget.

Namun, cara-cara bejat itu bukan tidak mungkin dilakukan oleh para penguasa. Seperti yang disampaikan oleh seorang filsuf Italia, Niccolo Machiavelli, bahwa seorang penguasa yang ingin tetap berkuasa dan memperkuat kekuasaannya haruslah menggunakan tipu muslihat, licik dan dusta, digabung dengan kekejaman dan kekuatan, (Murtiningsih, 72-73).

Jika statement, Niccolo Machiavelli ini benar, maka menjelang kontestasi politik untuk merebut kekuasaan di Pamekasan ini sangat mungkin penuh dengan tipu muslihat. Sebab, rasanya sulit sekali melihat sifat Umar bin Abdul Aziz di era modern ini dengan segala kebijaksanaannya. Kalau sudah begitu, bersiaplah kita sebagai rakyat menjadi objek kedustaan.

Tetapi bagaimana pun caranya, sebuah negari sampai kampung tidak boleh dibiarkan kosong tanpa pemimpin. Karena akan berakibat stagnasi kekuasaan yang akan melahirkan penjajahan. Meski tidak menutup kemungkinan kita bisa dijajah oleh yang sebangsa dan setanah air.

Semoga kita bisa mendapatkan pemimpin yang bisa berjihad, seperti yang disampaikan, Prof. Abdul A'la bahwa jihad di era modern ini adalah melawan kemiskinan. Jadi, bila masih melihat banyak orang miskin di sekitar kita, itu artinya jihad pemimpin kita masih belum berhasil.

Wallahu a'lam!

Pamekasan, 04 Juli 2017

0 komentar:

Posting Komentar