Rabu, 27 September 2017

Warisan (Sangkolan) dan Cinta

Warisan (Sangkolan) dan Cinta

Warisan berasal dari kata dasar waris yang sudah mengalami afiksasi. Dalam kamus besar bahasa Indonesia waris bermakna orang yang berhak menerima harta pusaka dari orang yang telah meninggal, dan; warisan bermakna sesuatu yang diwariskan, seperti harta, nama baik; harta pusaka, sedangkan pewaris adalah orang yang mewariskan.

Umumnya, warisan diberikan oleh orang tua kepada anak-anaknya. Di kampung pembagian warisan kepada anak-anaknya dilakukan semasa orang tuanya masih hidup, untuk menghindari perselisihan di antara saudara. Warisan bisa berupa apa saja, yang lebih dominan biasanya dalam bentuk harta benda, seperti tanah, tanaman, perkebunan, rumah, emas permata dan lain-lain.

Ketika pewaris sudah meninggal, maka secara mutlak harta benda sudah dikuasai oleh ahli waris. Nah, disinilah warisan berposisi sebagai pengingat dari orang yang masih hidup kepada orang yang telah meninggal. Warisan semacam pertemuan antara yang hidup dengan yang mati. Interaksi transendental yang terjadi dua alam dengan media warisan (sangkolan: Madura) ini sebagai cara mengenang kebaikan pewaris semasa ia hidup.

Oleh sebab itu, jangan putus interaksi dua alam ini dengan cara menghilangkan warisan (dijual) yang diberikan oleh para orang tua dan leluhur. Apa lagi dilepas kepada orang asing yang kemungkinan orientasinya adalah penguasaan terhadap wilayah yang sama sekali tidak menguntungkan bagi warga sekitar di kemudian hari. Semisal, dilepas kepada pengusaha asing yang hanya mengedepankan kepentingan korporasinya tanpa melihat masyarakat setempat.

Di kampung, ada sebuah kepercayaan, bagi ahli waris yang menjual warisan dari orang tuanya, maka ia akan mendapatkan tulah, ia akan menjadi orang yang miskin. Taruhlah, itu adalah mitos. Tetapi, hal itu bisa jadi benar. Ketika warisan sudah habis dan kita melupakan orang tua sebagai pewaris, maka doa keburukan akan mengalir dari alam lain kepada kita. Lupa mendoakan orang tua, akan membuat mereka sengsara di alam lain, atas nama kesengsaraan itu, doa sengsara itu akan dihadiahkan kepada kita juga.

Mempertahankan warisan merupakan cara lain sebagai bentuk kecintaan kita kepada para leluhur. Sebab, melihat benda-benda warisan yang kita dapatkan, pada saat bersamaan benda itu menjelma orang yang telah mewariskan. Dari itu, mencintai harta waris itu sama dengan mencintai pewarisnya.

Dalam lingkup yang lebih luas, seperti negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini adalah warisan dari para leluhur yang harus kita jaga dengan baik. Mulai dari, pusat (DKI Jakarta) sebagai pusat pemerintahan negara, propinsi, kabupaten,kecamatan, desa, dan sampai ke kampung, tidak boleh ada yang digadaikan, apalagi sampai dijual. Kita harus mempertahankannya satu jengkal sekalipun. Bagi manusia-manusia serakah yang seringkali memperjualbelikan harta kekayaan negara ini, mari, kita doakan sadar bahwa warisan yang saat ini dinikmati hasil dari kerja keras melalui peperangan yang menghabiskan banyak darah dan nyawa.

Sampai saat ini, penulis melihat bahwa yang getol memperjuangkan NKRI ini hanya NU. Itu pun masih dibuli dengan jargon "NKRI harga mati"nya itu. Tapi apapun itu, biarkan anjing menggonggong kafilah berlalu.

Selamat hari ulang tahun Indonesia.

Pamekasan, 01 Agustus 2017

0 komentar:

Posting Komentar