Kamis, 28 September 2017

Presiden dan Panglima Bermain Peran

Presiden dan Panglima Bermain Peran

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan institusinya siap menghadapi gerakan organisasi masyarakat (ormas) yang radikal dan bertentangan dengan ideologi Pancasila. Hal itu disampaikannya di sela pelaksanaan Rapat Pimpinan TNI 2017 hari kedua. Peran TNI, ujarnya, adalah menciptakan suasana kondusif demi berlangsungnya pemerintahan yang sah. Gatot pun menegaskan lagi komitmen TNI menghadapi ormas non Pancasila dan radikalisme, yang berpotensi mengganggu pembangunan nasional. 

Pernyataan tersebut semacam komitmen awal antara sang Panglima dengan Presiden. Apakah sang Jenderal dianggap sudah lupa komitmen dan Presiden salah memilih Panglima? Saya rasa tidak.

Pada saatnya semua orang akan mengakui kecerdasan Presiden Joko Widodo, dan akan angkat topi setinggi-tingginya. Kenapa Presiden Joko Widodo (Jokowi) memilih Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal Gatot Nurmantyo menjadi panglima TNI pengganti Jenderal Moeldoko yang masuk masa pensiun. Bukan tanpa alasan dan bukan hanya sekedar alasan sederhana tanpa perhitungan yang ketat.

Presiden Jokowi adalah seorang presiden yang mampu memainkan buah catur dengan baik, mampu memosisikan menteri dan perwiranya secara baik pula, termasuk Panglimanya, yakni Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo-sang Jenderal yang sekarang sedang naik daun-sekarang sedang diposisikan pada bidak lawan untuk mencermati dan mengintai pergerakan lawan.

Apakah kita sedang berpikir Panglima TNI Gatot Nurmantyo tiba-tiba membelot dari Pemerintah? Tunggu dulu, jangan terlalu mudah menyimpulkan. Atau ini semacam skenario besar yang justru dimainkan oleh Bapak Presiden. Ah, entahlah. Hanya waktu yang akan menjawabnya.

Coba tebak. Dalam kondisi seperti ini, nama siapa yang tenggelam? Ada banyak panggung yang tenggelam dan berganti panggung sang Panglima. Kalau difilmkan, ini akan berjudul "Panggung Yang Hilang".

Ini yang disebut dengan konspirasi elitis yang jauh dari jangkauan pemikiran manusia yang berpikir secara sederhana. Kita tahu, yang memilih Panglima TNI itu Bapak Presiden sendiri dan dia satu-satunya tanpa pesaing. Iya, bapak Presiden. Bukan yang lain, karena yang lain hanya menyetujui. Sang Jenderal bukan manusia yang tak pandai berterima kasih.

Sepertinya Bapak Presiden menginginkan Bapak Gatot menjadi orang besar dan akan segera memosisikannya setelah purna jabatan. Entah, sebagai wakil atau di pos menteri. Saat ini semacam uji kelayakan publik, apakah ada diantara orang yang melihat keberadaannya. Dan ternyata, waw.

Dan sudah sangat kelihatan bahwa Panglima Gatot berhasil memainkan perannya. Sebentar lagi akan diproyeksikan sebagai orang penting di negeri ini, tapi untuk beberapa saat belum bisa melampaui Bapak Jokowi.

Kita lihat atas segala hal yang dilakukan oleh Panglima Gatot. Apakah Bapak Jokowi berkomentar? Jawabannya, tidak. Sebab, hakikatnya persoalan kecil yang dimainkan oleh sang Jenderal sudah mampu meredam banyak persoalan negeri ini. Bapak Jokowi sedang berpikir, bahwa untuk membunuh popularitas seorang mantan militer maka harus disaingi dengan sesama militer.

Panglima Gatot sengaja didesain untuk memposisikan diri sebagai yang "kontra pemerintah" dalam rangka mengarahkan orang-orang yang selama ini memilih berseberangan dengan pemikiran pemerintah. Maksudnya apa? Dengan begitu orang-orang ini mudah dikendalikan dengan satu seruan seorang panglima.

Anda kena jebakan batman. Selamat!

Pamekasan, 28 Pamekasan 2017

0 komentar:

Posting Komentar